Pertanyaan:
Sertifikat Terbit Tanpa Ada
Konfirmasi
Keluarga kami mempunyai sebidang
tanah adat yang telah dikerjakan secara turun-temurun lebih dari 20 tahun dan
selama ini tanah tersebut telah digadaikan ke beberapa orang oleh kakek kami.
Kira-kira 3 tahun yang lalu orang tua saya menebus gadai tanah tersebut dari
orang yang terakhir memegang surat gadai tersebut. Tetapi, alangkah terkejutnya
kami sekeluarga ketika kira-kira enam bulan kemudian terbit sertikat hak milik
dari BPN atas nama orang lain tanpa sepengetahuan kami sekeluarga. Surat
tersebut terbit hanya berbekal surat pernyataan dari kepala desa dan
ditandatangani saksi yang bukan dari keluarga kami sendiri. Sementara aktualnya
tanah tersebut sudah dikuasai oleh keluarga kami lebih dari 20 tahun secara
turun-temurun. Mohon saran dari Bapak untuk kasus keluarga kami ini. Terima
kasih.
Jawaban:
Dalam
kasus ini, terjadi sengketa mengenai data yuridis tanah, yaitu keterangan
mengenai status hukum bidang tanah yang didaftar, pemegang haknya dan hak pihak
lain serta beban-beban lain yang membebaninya (pasal 1 angka 7 PP No. 24 Tahun
1997 tentang Pendaftaran Tanah/PP Pendaftaran Tanah).
Menurut
pasal 32 ayat (1) PP Pendaftaran Tanah, sertipikat adalah suatu tanda bukti hak
yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data
yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut
sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang
bersangkutan.
Pasal
32 ayat (2) PP Pendaftaran Tanah selanjutnya mengatur bahwa dalam hal
penerbitan sertipikat tanah, pihak yang merasa mempunyai hak atas tanah
tersebut dapat mengajukan:
1. Keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan
Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan; atau
2. Gugatan ke Pengadilan mengenai penerbitan sertifikat
tersebut.
Keberatan/gugatan
tersebut harus diajukan dalam jangka waktu 5 tahun sejak penerbitan sertipikat.
Apabila telah lewat waktu 5 tahun tersebut, maka pihak yang merasa mempunyai
hak atas tanah tersebut tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut.
Selain
upaya hukum di atas, Anda dapat juga menempuh upaya mediasi, sebagaimana diatur
dalam UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala
Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Penanganan
Sengketa Pertanahan. Dalam mediasi, penyelesaian sengketa dilakukan di
luar pengadilan, antara para pihak dan satu orang mediator yang berfungsi
sebagai penengah. Mediasi ini dilakukan dengan mediator dari Kantor Pertanahan,
yang ditugaskan oleh Kepala Bidang Hak Atas Tanah di
kantor Pertanahan setempat.
Demikian sejauh yang kami tahu. Semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
1. Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa
2.
Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun
1997 tentang Pendaftaran Tanah
3.
Peraturan
Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun 1999
tentang Tata Cara Penanganan Sengketa Pertanahan.
Referensi : Tanya jawab, hukum online
Komentar