Musik gamelan Puspawarna yang ditulis Mangkunegara IV dan dimainkan Tjokrowasito terpilih sebagai musik yang mewakili peradaban manusia di luar angkasa.
BADAN ruang angkasa Amerika Serikat (NASA) menyiapkan dua wahana luar angkasa, Voyager 1 dan Voyager 2, dengan tujuan awal mempelajari planet Jupiter dan Saturnus. Namun, para peneliti juga mempertimbangkan potensi Voyager
sebagai wahana penjelajah sistem tata surya yang belum diketahui; yang
mungkin akan menjadi kontak pertama manusia dengan kehidupan di luar
bumi.
Karena itu, sembilan bulan sebelum peluncuran Voyager, NASA meminta Carl Sagan, astronom kenamaan Universitas Cornell, menyusun tim khusus yang bertugas menyiapkan agar wahana Voyager juga berfungsi sebagai “pembawa pesan untuk peradaban ekstraterestrial.”
Tim memutuskan Voyager akan membawa musik
terbaik, galeri foto, dan suara-suara kehidupan baik alami maupun
artifisial. Semuanya direkam dalam piringan suara yang terbuat dari
emas, Voyager Golden Record. Sagan dan timnya menuliskan pengalaman mereka sebagai para pembuat keputusan seleksi dalam buku Murmurs of Earth, terbit tahun 1978.
Dalam proses seleksi tersebut, musik gamelan dari Jawa muncul sebagai salah satu usulan. Judulnya Puspawarna,
yang liriknya dibuat oleh Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IV dari
Surakarta (1853-1881), untuk mengenang istri dan selirnya. Puspawarna
terkenal di Jawa Tengah dan biasanya dimainkan untuk menyambut pangeran
masuk ke istana. Penggagasnya adalah Robert E. Brown, seorang
etnomusikolog asal Amerika yang pernah merekam musik Puspawarna secara langsung pada 1971 di keraton Paku Alaman.
“Puspawarna (beragam warna bunga) merujuk pada
simbol selera Hinduisme orang-orang Jawa. Namun layaknya bunga, ia juga
simbol yang dapat diinterpretasikan sebagai mekarnya dua wujud krusial
dalam pembentukan materi tata surya di masa awal penciptaan;
bintang-bintang dan galaksi,” tulis David Darling dalam Deep Time.
Puspawarna dimainkan Tjokrowasito (K.P.H.
Notoprojo), maestro gamelan Indonesia di masanya. Lahir 17 Maret 1909 di
Yogyakarta, kariernya sebagai musisi gamelan naik ketika ditunjuk
sebagai pemimpin gamelan Paku Alaman tahun 1962. Tahun 1971, dia pindah
ke California untuk mengajar gamelan di Institut Seni California dan
mencetak generasi-generasi pertama musisi gamelan di Amerika. Dia
meninggal dunia di usia 98 tahun di Yogyakarta, pada 2007.
“Lou Harrison menghormati jasa-jasa Pak Cokro dengan
mendedikasikan sebuah komposisi untuknya. Juga mengusulkan sebuah
bintang untuk dinamai dari nama Pak Cokro,” tulis Elon Brinner dalam Music in Central Java: Experiencing Music, Expressing Culture.
Lou Harrison adalah komposer kenamaan Amerika yang juga
salah satu murid Tjokrowasito. Pada 1983, sebuah bintang baru di rasi
Andromeda dinamakan “Wasitodiningrat”, merujuk nama Tjokrowasito ketika
dianugerahi gelar Kanjeng Raden Tumenggung oleh Paku Alaman.
“Ini bukan hanya satu-satunya hubungan antara Pak Cokro dan luar angkasa. Ketawang Puspawarna yang dimainkan atas arahannya terpilih menjadi salah satu musik yang dikirim ke luar angkasa dalam wahana Voyager tahun 1977 yang mewakili peradaban manusia di jagat raya,” tambah Brinner.
Puspawarna yang berdurasi 4 menit 43 detik
dicantumkan bersama karya musisi dari berbagai benua di Timur dan Barat.
Ia bersanding dengan karya-karya klasik gubahan Johann Sebastian Bach,
Wolfgang Amadeus Mozart, dan Ludwig van Beethoven. Total durasi musik
adalah 90 menit.
Piringan emas juga memuat pesan-pesan sapaan dari 55
bahasa dunia, termasuk bahasa Indonesia: “Selamat malam, hadirin
sekalian. Sampai jumpa dan sampai bertemu lagi di lain waktu.” Pengisi
suaranya bernama Ilyas Harun.
Kedua wahana Voyager diluncurkan pada 1977. Keduanya memuat piringan emas dengan konten yang sama. Saat ini, Voyager 1 menjadi benda buatan manusia yang terjauh. Posisinya sekarang ada di wilayah interstellar,
yang merupakan sebuah ruangan luas di antara sistem tata surya dan
bintang-bintang. Jaraknya sejauh 19 miliar kilometer dari Bumi.
Para ilmuwan menyimpulkan bahwa kecil kemungkinan wahana Voyager ditemukan makhluk asing dari peradaban luar bumi. Karena itu, Voyager lebih sering dianggap sebagai kapsul waktu yang mungkin akan ditemukan kembali oleh peradaban manusia di masa depan.Referensi : Historia
Komentar