Perkembangan filsafat Cina pada periode dari tahun 475-221 SM merupakan sebuah
proses kreatif dimana dua tradisi kebudayaan muncul sebagai respons atas
perubahan sosial dan politik saat itu. Humanisme politis dan naturalisme
organik adalah dua posisi tipikal sebagaimana lebih lanjut dikembangkan dalam
konfusianisme dan Daoisme.
Mencius
mengindentifikasikan persoalan sentral waktu sebagai stabilitas politis dan
sosial (ding). Persepsinya dan wawasannya dalam persoalan ini adalah bahwa
dunia ini akan “distabilisasikan oleh being unified” (ding-yu-yi). Persoalannya
adalah bagaimana dunia ini disatukan dan ditata menurut sebuah sistem
prinsip-prinsip, contohnya: tatanan Zhou atau Li.
Selain itu,
dikatakan pula bahwa legalisme berkembang dari penyatuan dan perbandingan
berbagai sekolah filsafat pada awal-awalnya, seperti konfusianisme, Mohisme,
Daoisme. Dari konfusianisme berupa pengontrolan massa dengan otoritas dan
doktrin tentang alam jahat manusia (Hsun Tzu), dari Mohisme berupa prinsip
kesamaan dan utilirianisme, dari Daoisme berupa prinsip-prinsip non-aksi
(wu-mei). Faktor terpenting dari pemikiran legalis adalah pertimbangan dari
kebutuhan mendesak untuk pemerintahan yang tersentralisasi dan tersatukan.
Selain empat sekolah tersebut, dalam periode Cina klasik juga muncul nama-nama
sekolah, seperti sekolah Yin-Yang Wu-Xing, sekolah strategi Militer (Bing Jia),
sekolah agronomi (Nung Jia) dan sekolah Diplomatik (Zong Heng Jia).
Sekolah-sekolah
filsafat ini mengetengahkan sebuah transformasi nilai-nilai dan sebuah
rekonstruksi tradisional, penciptaan standard baru ataupun paradigma baru. Karl
Jaspers menyebutnya sebagai abad aksial. Para filsuf yang dikenal berpengaruh
pada periode klasik sejarah cina ini adalah para pemikir aksial. Mereka
menanggapi secara kritis abad mereka dan terhadap dunia waktu mereka, dan yang
mengembangkan arah-arah dan visi-visi pada sebuah transformasi nilai untuk
seluruh kemanusiaan. Ini adalah sebuah integrasi kreatif dari li dan tradisi
zhi. Apa yang disebut kreatif dalam wawasan mereka itu ditarik dari
keterlibatan eksistensial mereka dalam dunia dan kemnausiaan.
Beberapa
ciri dari “pemikir aksial”:
1. Mereka disebut pemikir aksial apabila mereka memikirkan bagi dunia, sebuah keseluruhan masyarakat, kelas sosial, sebuah lokalitas khusus dan dirinya.
2. Mereka mampu untuk menancapkan pengaruhnya pada generasinya dan generasi sesudahnya dalam sebuah cara yang alami dan spontan. Tidak ada manuver politik dalam mempengaruhi masyarakat. Pengaruh tersebut muncul melalui jalur sosial dan kultural seperti: mengajar, lecturing dan percakapan atau dialog dalam sebuah lingkungan intelektual ataupun yang berbasiskan akademis.
1. Mereka disebut pemikir aksial apabila mereka memikirkan bagi dunia, sebuah keseluruhan masyarakat, kelas sosial, sebuah lokalitas khusus dan dirinya.
2. Mereka mampu untuk menancapkan pengaruhnya pada generasinya dan generasi sesudahnya dalam sebuah cara yang alami dan spontan. Tidak ada manuver politik dalam mempengaruhi masyarakat. Pengaruh tersebut muncul melalui jalur sosial dan kultural seperti: mengajar, lecturing dan percakapan atau dialog dalam sebuah lingkungan intelektual ataupun yang berbasiskan akademis.
Ada beberapa
macam tanggapan kritis di antara para filosof, yang mana masing-masing
mempresentasikan sebuah tindakan kritik dan evaluasi atas realitas sosial dan
politik.
1. Tipe pertama tanggapan kritis adalah melepaskan realitas sosial dan politik dan dalam pengertian untuk mengatasi realitas sosial politik untuk sesuatu yang sungguh memang bersifat utopia
2. Tipe kedua adalah tanggapan konfusian atas rekonstruksi. Dalam basis pengalaman kulturalnya dan refleksi historisnya, konfusius melihat adanya nilai yang menekankan kembali tradisi li. Konfusius juga menekankan soal eksistensi dan kekuatan ren, kekuatan dari transformasi moral atas individu manusia dalam relasinya dan transaksi dengan yang lainnya. Ren dalam filsafat konfusius berarti kualitas yang menegaskan kemanusiaan yang mempunyai kekuatan untuk mengembangkan kemanusiaan dari pusat seorang individu ke sebuah komunitas melalui hubungan manusia yang tertata dengan baik dan atas pertemanan yang harmonis.
1. Tipe pertama tanggapan kritis adalah melepaskan realitas sosial dan politik dan dalam pengertian untuk mengatasi realitas sosial politik untuk sesuatu yang sungguh memang bersifat utopia
2. Tipe kedua adalah tanggapan konfusian atas rekonstruksi. Dalam basis pengalaman kulturalnya dan refleksi historisnya, konfusius melihat adanya nilai yang menekankan kembali tradisi li. Konfusius juga menekankan soal eksistensi dan kekuatan ren, kekuatan dari transformasi moral atas individu manusia dalam relasinya dan transaksi dengan yang lainnya. Ren dalam filsafat konfusius berarti kualitas yang menegaskan kemanusiaan yang mempunyai kekuatan untuk mengembangkan kemanusiaan dari pusat seorang individu ke sebuah komunitas melalui hubungan manusia yang tertata dengan baik dan atas pertemanan yang harmonis.
Konfusius
mengubah political ren ke dalam suatu moral and human ren. Ada 3 point yang
ditunjukkan. Yang pertama, belas kasih dan kebajikan terhadap orang-orang
secara umum diperluas dengan melibatkan unsur perasaan dan tindakan pribadi
individu dalam masyarakat. Yang kedua, bukanlah penguasa itu sendiri yang mampu
untuk mempraktekan ren atau yang harus mempraktikannya. Semua manusia mampu
mempraktekkannya dan harus mempraktekannya supaya lebih manusiawi dan
dimanusiakan. Yang ketiga, ren harus dipandang sebagai kekuatan batin dari
seorang pribadi manusia, yang dapat dilatihkan dan yang membutuhkan adanya
perhatian yang konstan supaya dapat tumbuh ke dalam sebuah kesempurnaan.
Terkait
dengan li (praktek), yi adalah esensi dari tindakan li. Dalam relasinya dengan
yi, li adalah realisasi dari pemikiran akan yi. Dalam relasinya dengan ren, yi
adalah objektivikasi dari ren. Dalam relasinya dengan yi, ren adalah kekuatan
yi yang memotivasi. Dengan demikian, ren adalah bentuk yang paling konkret dan
sempurna dari semua nilai keutamaan dan merupakan integrasi dari semua
keutamaan.
referensi;
Yu-Lan, Fung. A History of Chinese Philosophy, vol. I & II. 1952. Princeton: Princeton University Press.
Yu-Lan, Fung. A History of Chinese Philosophy, vol. I & II. 1952. Princeton: Princeton University Press.
Komentar