Birokrasi adalah sistem administrasi dan pelaksanaan tugas keseharian yang terstruktur, dalam sistem hirarchi yang jelas, dilakukan dengan aturan yang jelas, dilakukan dengan aturan tertulis, dilakukan oleh bagian tertentu yang terpisah dengan bagian lainnya, oleh orang-orang yang dipilih karena kemampuan dan keahlian di bidangnya.
Negara
(State) adalah institusi yang memiliki kekuasaan dan kekuatan untuk mengatur
masyarakat dimana didalamnya juga terdiri dari bagian-bagian kecil yang menjadi
objek yang di perintahkan. Bagian kecil itu di anggap telah menyerahkan
kekuasaannya secara sukarela maupun karena hukum untuk mengambil keputusan
Birokrasi dan Negara
Pendalaman
mengenai negara ini penting untuk di jelaskan dalam hubungannya dengan
birokrasi di sebabkan dua hal yaitu :
- Semua birokrasi dalam pengertian publik erat hubungannya dengan negara, karena keberadaan dan arah birokrasi di asumsikan selalu mengikuti arah kebijakan dan arah politik negara
- Negara adalah rumah utama dari birokrasi dalam ranah publik. Begitu negara berdiri secara legal formal, maka birokrasi baru bekerja sesudah kelahirannya. Birokrasi adalah alat negara dan pemerintahan dalam berbagai manajemen pemerintahan.
Birokrasi
di Indonesia
Birokrasi di
Indonesia menurut Karl D Jackson merupakan bureaucratic polity. Model ini
merupakan birokrasi dimana negara menjadi akumulasi dari kekuasaan dan
menyingkirkan peran masyarakat dari politik dan pemerintahan. Ada pula yang
berpendapat bahwa birokrasi di Indonesia merupakan birokrasi Parkinson dan
Orwel. Hal ini disampaikan oleh Hans Dieter Evers. Birokrasi Parkinson merujuk
pada pertumbuhan jumlah anggota serta pemekaran structural dalam birokrasi yang
tidak terkendali. Birokrasi Orwel merujuk pada pola birokratisasi yang
merupakan proses perluasan kekuasaan pemerintah yang dimaksudkan sebagai
pengontrol kegiatan ekonomi, politik dan social dengan menggunakan regulasi
yang bila perlu ada suatu pemaksaan.
Dari model
yang diutarakan di atas dapat dikatakan bahwa birokrasi yang berkembang di
Indonesia adalah birokrasi yang berbelit-belit, tidak efisein dan mempunyai
pegawai birokrat yang makin membengkak.
telah
menciptakan birokrasi patrimonial. Birokrasi ini mendasarkan pada hubungan bapak
buah dengan anak buah (patron client) sehingga segala yang dikerjakan bawahan
hendaknya harus sesuia dnegan keinginan atasan. Hal ini menimbulkan bawahan
selalu tergantung pada atasan. Budaya patronase menimbulkan rasa ewuh pakewuh
yang berlebihan terhadap atasan.
Birokrasi di
zaman orde baru ditandai dengan beberapa ciri-ciri seperti pegawai negeri yang
menjadi pengurus partai selain Golkar, maka dia akan tersingkirkan dari jajaran
birokrasi. Selain itu, orang atau sekelompok orang yang tidak berpihak pada
Golkar, maka bisa dipastikan akan mendapat perlakuan diskriminatif dalam
birokrasi. Jika suatu wilayah tidak merupakan basis Golkar, maka pembangunan
akan sangat tertinggal karena pemerintah lebih mengutamakan daerah yang
merupakan basis Golkar. Keberpihakan birokrasi terhadap suatu partai, tentu
saja dalam hal ini Golkar, akan mengurangi profesionalisme dari birokrasi
tersebut. Dalam zaman orde baru juga ada suatu kebijakan yang disebut zero
economi growth. ( teori yang menyatakan bahwa perekonomian suatu bangsa tidak
perlu tumbuh, karena pertumbuhan ekonomi yang tidak terkendali justru dapat
menimbulkan efek yang merusak kesejahteraan bangsa tersebutb) Adanya kebijakan
zero economi growth yang menyebabkan jumlah anggota birokrasi makin membengkak.
Hal ini menjadikan birokrasi tidak efisien karena jumlah pekerja dengan
pekerjaannya tidak sebanding.
Perbandingan birokrasi di berbagai negara
Dalam kaitan
birokrasi di berbagai negara di bagi manjadi 3 yaitu:
- birokrasi di negara dunia pertama
- birokrasi di negara dunia kedua, dan
- birokrasi di negara dunia ketiga
Birokrasi di Negara Dunia Pertama
Negara-negara
di dunia pertama yaitu AS, Inggris, dan jepang. Sebagai negara adidaya yang
berkuasa di dunia, Amerika Serikat sangatlah dihormati oleh negara-negara
lainnya. Namun seperti halnya para penguasa yang banyak dipuja-puja, di balik
semua itu berbagai bahaya mengancam keselamatan sang penguasa.
Sebagai
sebuah negara demokrasi, Jepang tergolong ”tidak normal” karena jalannya proses
politik jarang disorot dan mendapat perhatian dari masyarakat umum. Sedangkan
di negara demokrasi pada umumnya, isu publik yang penting akan dibahas secara
gencar di berbagai media. Sebuah keputusan kebijakan dibuat melalui proses yang
panjang dan menghabiskan banyak waktu, termasuk proses dalam konsultasi dan
negosiasi antara agen-agen pemerintah dengan kelompok kepentingan terkait.
Dalam beberapa kasus, dialog politik yang terangkat ke publik dimana dalam
prosesnya mengalami kegagalan dalam pembangunan konsensus, dapat memunculkan
debat dan demonstrasi massa yang berujung pada aksi kekerasan / anarkis. Oleh
karena itulah, di Jepang jarang terjadi aksi demo massa dan aksi anarkis karena
proses politik jarang diekspos.
Suatu
kebijakan dibuat di dalam konteks otoritas birokrasi. Sebelum proposal suatu
kebijakan disampaikan ke Diet, draft kebijakan dasar telah dikompromisasikan
melalui proses negosiasi dengan kementrian lain terkait, politisi partai yang
berpengaruh, anggota diet serta kepentingan-kepentingan pihak lain di luar
pemerintah yang memiliki akses terhadap kebijakan tersebut.
Power dari
birokrasi Jepang cukup kuat, sehingga disebutkan bahwa birokrat Jepang lebih
berpengaruh daripada birokrat dalam sistem diktator sekalipun. Kekuatan
birokrasi dilihat dalam proporsi dimana terdapat kelemahan dalam partai dan
lembaga legislatif. Adanya perubahan di tingkat kementrian justru membuat
birokrat dapat membangun kekuatan organisasi. Disebutkan pula bahwa birokrasi
Jepang bisa mempertahankan netralitasnya walaupun terjadi pergantian kabinet,
sehingga birokrasi dapat mendukung political stability serta tidak menimbulkan
guncangan politik.
Kekuatan
birokrasi di Jepang ini merupakan produk dari gaya politik dan tradisi yang
telah berjalan lama dan panjang. Dilihat ketika birokrasi sebagai sebuah
institusi, pada dasarnya tidak terlalu terpengaruh dampak perang dunia II dan
masa okupasi dari Amerika. Catatan sejarah menunjukkan bahwa pada saat itu,
campur tangan langsung dari Amerika pada birokrasi sangat sedikit. Yang unik dan
menarik dari birokrasi di Jepang adalah terdapat birokrat pemerintah nasional
yang dapat ”dipinjamkan” kepada pemerintah lokal yang dapat memberi kesempatan
untuk bertukar pengalaman dan menjaga hubungan antara dua level pemerintah ini.
Birokrasi di Negara Dunia Kedua
Perbedaan
administrsi kunci dalam dunia komunis dari dunia pertama yaitu:
- Masalah skala mesin administratif diperluas ke dalam masyarakat di barat.
- Sementara dunia pertama melihat birokrasi dari politik, dalam dunia komunis
birokrasi dipolitikisasi.
Contoh, di
Rusia Teori yang paling memadai untuk menganalisis kecenderungan rejim stalinis
adalah teori kapitalisme negara atau teori kapitalisme birokrasi. Hal ini
diperkuat dengan kondisi global waktu itu dimana peranan negara dalam ekonomi
menjadi semakin penting pada abad XX.
Menurut
Julian ada beberapa faktor struktural yang mempengaruhi perkembangan sistem
ekonomi dunia.
- Depresi tahun 1930-an sangat mengejutkan para kapitalis sehingga mereka tertarik oleh teori-teori Keynesian yang mengusulkan intervensi negara di dunia usaha.
- Terjadi konflik-konflik militer yang amat besar, bukan hanya berbentuk perang biasa tetapi juga “perang dingin” yang berkaitan dengan produksi senjata nuklir berskala besar.
- Negeri-negeri dunia ketiga yang melepaskan penjajahan barat sering harus melibatkan aparatus negara dalam perekonomian karena kelas kapitalis setempat agak lemah dan negara-negara ini sering belajar dari model Soviet. Sehingga dia mencatat kecenderungan kapitalis negara di hampir seluruh dunia, walau bentuknya bermacam-macam; dan fenomena ini sering disalahartikan sebagai perkembangan “sosialis”.
Kapitalis
birokrat bukanlah kelas kapitalis murni. Cara kelompok ini mengakumulasi modal
bersandar pada pengambilalihan wewenang dan sumber daya yang dimiliki negara.
Pengambilalihan bisa dilakukan dengan berbagai cara, dengan sebatas memiliki
secara personal dana-dana negara, mengumpulkan komisi dari proyek-proyek
negara, atau dengan cara memanipulasi nilai kontrak kerja pembangunan. Sumber
daya yang dimiliki kapitalis birokrat bukan modal dalam wujud material
melainkan akses ke otoritas politik. Biasanya saham ditanamkan kapitalis
birokrat dalam berbagai join venture dengan pemodal swasta sebagai imbalan
koneksi ke pusat kekuasaan.
Birokrasi di Negara Dunia Ketiga
Negara dunia
ketiga yaitu negara-negara yang peranan administratif relatif tidak
berkembang.Banyak negara ingin melindungi kelompok masyarakat miskinnya, namun
merupakan mitos jika dianggap regulasi birokratis dan ruwet bisa mencapai
tujuan itu.
Norwegia,
Swedia, Denmark, dan Finlandia, semua negara itu berada dalam daftar 20 negara
dengan regulasi bisnis paling simpel. Mereka hanya mengatur yang perlu: seperti
melindungi hak milik (property rights) dan menyediakan pelayanan sosial. Mereka
sudah menyadari bahwa pekerja, investor, dan bahkan otoritas pajak, semua
menghendaki bebas dari birokrasi yang berbelit-belit.
Regulasi
yang efisien juga bukan milik kas negara kaya saja. Lituania, Slowakia,
Botswana, dan Thailand juga masuk daftar teratas 20 negara dengan birokrasi
paling efisien. Laporan Doing Business tahun ini menunjukkan, negara-negara
seperti India, Polandia, Slowakia, dan Kolombia juga menemukan caranya
sendiri-sendiri untuk menyederhanakan regulasi usaha, memperkuat perlindungan
hak milik, atau mempermudah sektor usaha mendapatkan modal.
Proses
administratif moderen ke dalam budaya politik tradisional telah menghasilkan
birokrasi pada dunia ketiga yang merupakan titik awal tajam.Contoh, ikatan dari
kekeluargaan masih bayak terjadi pada masyarakat Afrika.
Daftar
pustaka
Anonimous,2004.
Memangkas Birokrasi demi Pertumbuhan Ekonomi
http://antikorupsi.org/indo/index2.phpoption=com_content&do_pdf=1&id=1840
Mas’ud Said,
2009. Birokrasi Di Negara Birokratis. PT UMM PRESS
Komentar