Dewasa ini, telah banyak karya-karya yang ditulis mengenai filsafat perang
Sunzi (abad ke 6 SM), dimana ini menunjukkan bahwa filsafat Sunzi tidak hanya
dapat diterapkan pada zaman dahulu saja atau dalam peperangan saja, melainkan
juga dalam manajemen modern telah banyak buku-buku yang ditulis mengenai aplikasi
kiat-kiat strategi Sunzi ini pada dunia bisnis dewasa ini.
Sunzi menulis sebuah kitab yang berjudul Sunzi Bingfa atau Kitab Seni Perang
Sunzi. A menjelaskan kepada raja Wu Helu (514-496SM) mengenai keampuhan siasat
ini. Raja yang tdak percaya begitu saja memerintahkan Sunzi untuk membuktikan
ucapannya itu. Sunzi mengatakan bahwa ia sanggup melatih wanita dan anak-anak
menjadi tentara yang tidak terkalahkan. Raja Wu lantas memanggil 180 gadis
istana, yang dibagi menjadi 2 barisan dengan dua orang selir kesayangan Kaisar
sebagai komandannya. Sunzi menjelaskan pada mereka gerakan-gerakan yana harus
dilakukan berdasarkan bunyi tambur tertentu. Tetapi, keika tambur ditabuh yang
artinya memerintahkan mereka untuk berbalik kanan, para wanita malah tertawa
terkekeh-kekeh. Meskipun telah diberi penjelasan berulang-ulang, mereka belum
dapat berlaku serius. Untuk mengatasi kesembronoan itu, Sunzi memerintahkan
pemenggalan kepala dua orang selir kesayangan raja karena dianggap gagal
melaksanaan tugasnya sebagai komandan dan mengangkat dua orang lainnya sebagai
pengganti mereka. Sebagai hasilnya, kedua barisan wanita itu kini bersedia
mematuhi isyarat tambur dengan baik, layaknya prajurit sungguhan yang tangguh.
Meskipun demikian, raja menjadi murung karena kehilangan dua orang selir
kesaayangannnya itu. Karenanya, Sunzi berkata pada raja, bahwa sang raja hanya
menyukai kata-kata yang tertulis dalam kitabnya saja, tetapi tidak tahan untuk
melaksanakannya. Mendengar ucapan itu, akhirnya raja mengangkat Sunzi sebaga
panglima tertinggi. Kearah barat, Sunzi memimpin pasukan mengalahkan kerajaan
Chu, sedangkan di utara ia menimbulkan kegentaran pada negeri Qi dan Jin.
Dengan segera Wu dapat menjadi negara yang disegani pada masa itu.
Kitab Sunzi Binfa terdiri dari 13 bab ang masing-masing membahas tentang
beberapa aspek keterangan, seperti perencanaan, menggerakkan peperangan,
muslihat dan taktik dalam perang, penggunaan mata-mata, dan lain sebagainya.
Sunzi mengajarkan pentingnya perencanaan sebagaimana yang dijabarkannya dalam
bab I :
Seni berperan sangat penting karena hal itu erupakan masalah hidup atau
matinya
suatu negara, jalan yang menuntun pada keselamatan atau
kehancuran.
Perang
adalah masalah krusial sehingga kita perlu merencanakannya secara matang.
Perencanaan yang baik hanya dapat terlaksana bila kita mengenali kondisi diri
sendiri dan musuh. Untuk mengenal kondisi diri sendiri dan musuh, Sunzi
membabarkan pada kita daftar pertanyaan yang perlu kita cermati sebelum
merencanakan peperangan :
1. pihak
manakah yang mendasarkan segenap tindakannya pada hukum
moralitas?
2. pihak
manakah yang pemimpinnya memiliki kemampuan lebih?
3. pihak
manakah yang memperoleh keuntungan langit dan bumi? Maksud
langit dan bumi adalah dukungan medan serta cuaca.
4. pihak
manakah yang menerapkan disiplin lebih tepat?
5. pihak
manakah yang lebih kuat?
6. pihak
manakah yang para perwira dan prajuritnya terlatih lebih baik?
7. pihak
manakah yang memberlakukan pemberian hukuman dan hadiah
secara lebih baik?
Sunzi
mengatakan bahwa dengan mempertimbangkan itu di atas dapat diperkirakan pihak
mana yang akan mencapai kemenangan. Ia menambahkan lagi:
Panglima
yang akan memenangkan pertempuran adalah yang membuat perencanaan dalam
kemahnya sebelum dilangsungkannya peperangan. Pimpinan pasukan yang kalah alam
suatu peperanga adalah karena kurangnya membuat perencanaan.
Nasehat diatas tidak hanya relevan dalam peperangan saja, melainkan juga dalam
dunia bisnis dan manejemen modern. Segala sesuatu memang memerlukan perencanaan
yang matang meskipun kitabnya membahas tentang seni berperang, namun
sesungguhnya Sunzi sendiri lebih menghargai peramaian :
Oleh karena itu, mereka yang lahir dalam seni berperang menunjukkan pasukan
musuh tanpa berperang merebut kota musuh tanpa pengepungan, serta menghancurkan
negara musuh tanpa memerlukan waktu yang berlarut-larut.
Anda hendakny dapat merebut kemenangan secara utuh, yakni dengan tanpa menumpahkan
darah. Inilah yng dinamakan seni menyerang dengan siasat.
Berdasarkan
kutipan diatas, Sunzi lebih menghargai kemenangan yang diperoleh tanpa
pertumpahan darah. Sejarah membuktikan bahwa kemenangan tidak hanya diperoleh
melalui peperangan saja melainkan juga dengan melalui meja perundingan atau
diplomasi. Iniah salah satu kelebihan filsafat Sunzi dibandingkan dengan ahli
strategi militer dunia lainnya. Suni juga mengajarkan bahwa prajurit musuh yang
sudah menyerang hendaknya diperlakukan dengan baik:
Perlakukanlah
dan peliharalah dengan baik prajurit musuh yang berhasil ditawan .
Ini
memperlihatkan nilai kemanusiaan yang besar dalam filsafat perang Sunzi. Pihak
musuh yang ditawan hendaknya diperlakukan dengan baik dan tidak di siksa.
Kitab Seni
Perang Sunzi ini dilestarikan oleh keturunannya yang bernama Sun Bin. Ini
adalah panglima perang negeri Wei, salah satu diantara ngara terkuat selama ini
masa perang antar negeri. Pang Juan, panglima perang Wei, sangat iri dengan
kecerdikan Sun Bin dan merencanakan untuk menyingkirkannya. Ia memalsu sepucuk
surat, yang isinya seolah-olah menyatakan bahwa Sun Bin hendak membelot ke
negara asalnya, Qi. Selanjutnya, ia meyakinkan sang raja bahwa Sun Bin memang
benar-benar hendak berkhianat. Raja mempercayai hal itu dan menyerahkan Sun Bin
padanya untuk dihukum. Tetapi, Pang Juan masih memiliki niat lain, ia ingin
agar Sun Bin menuliskan kembali kitab Seni Perang itu baginya. Untuk itulah,
Pang Juan pura-pura besikap baik pada Sun Bin. Ia pura-pura terkejut atas
penangkapa Sun Bin dan berjanji untuk memohon pada raja agar tidak menjatuhka
hukuman mati. Atas bujukan Pang Juan, hukuman mati diganti dengan pencungkilan
tempurung lutut dan selain itu, wajah Sun Bin di tato dengan tulisan :
“penghianat“. Sun Bin merasa berhutang nyawa kepada Pang Juan dan setuju untuk
menuliskan kembali kitab tulisan leluhurnya itu. Tetapi, seorang pelayan merasa
iba pada Sun Bin dan membocorkan seluruh perbuatan dan niat jahat Pang Juan.
Oleh karena itu, Sun Bin berpura-pura gila sehingga Pang Juan memasukkannya ke
kandang babi. Akhirnya, Sun Bin berhasil di selundupkan ke negeri Qi oleh
seorang utusan yang berpura-pura mengirimkan upeti berupa teh. Raja negeri Qi
menawarkan jabatan pada Sun Bin yang ditampiknya dengan mengatakan bahwa ia
akan mengabdi bila saatnya tiba.
Beberapa
tahun kemudian, barulah sun bin bersedia mengabdi pada negeri Qi. Kala itu, Wei
mengirim Pang Juan untuk menyerbu negeri Zhao. Pihak Zhao lalu meminta tolong
pada Qi. Sun Bin ternyata tidak menghadapi serbuan pang Juan secara langsung,
melainkan mengalihkan perhatian dengan menyerang ibu kota Wei yang dilanjutkan
dengan penghadangan terhadap rute perjalanan pulang pasukan Pang Juan. Raja wei
dengan segera memanggil pulang Pang Juan untuk mempertahankan ibu kota terhadap
serangan pasukan Qi yang dipimpin Sun Bin. Pasukan Wei sejumlah 20.000 orang
jatuh ke dalam perangkap ini dan Pang Juan nyaris tidak dapat meloloskan diri.
Akhir hidup
Pang Juan di tangan Sun Bin baru terjadi beberapa tahun kemudian, saat Qi
menyerang Wei untuk membantu negara tetangga lainnya. Sun Bin berusaha menjebak
pasukan Wei yang dipimpin oleh Pang Juan dengan berpura-pura kalah. Pang juan
terpancing jebakan itu dengan terus mengejar mereka hingga ke lembah Malingdao
yang sempit. Kala itu, hari telah malam dan pasukan Wei dilanda keletihan dan
kelaparan yang parah tetapi Pang Juan memerintahkan mereka untuk terus maju.
Tiba-tiba, tampaklah sehelai kain putih tergantung pada sebatang pohon dan Pang
Juan mendekat untuk menyelidiki. Begitu membacanya, Pang Juan merasa sangat
ketakutan, karena ternyata kain itu bertuliskan, “Pang Juan mati di tempat ini
atas perintah Sun Bin “. Dengan segera diperintahkannya pasukan wei untuk
mundur, tetapi semuanya telah terlambat. Terjadilah hujan anak panah yang
berasal dari kedua sisi lembah, sehingga mengakibatkan Pang juan beserta
pasukannya tewas atau terluka parah. Menyadarai bahwa akhir hidupnya sudah
dekat Pang Juan bunuh diri dengan menggorok lehernya sendiri.
referensi;
Tani,
Putera. 2008. History Of China. Ar- Ruzz Media: Jogjakarta.
Rachmat, S.
2012.Sejarah dan Tokoh Filsafat China. [seral
online].
http://BarisanPinggiran.blogspot.com. [30 September 2013].
Dirgaprimawan,
Bernandus. 2007. Asal Mula Filsafat China. [serial online]. http://imajinasi.wordpress.com.
[30 September 2013]
.
Komentar