Langsung ke konten utama

RADIKALISME DAN DOKTRIN AGAMA

Masih teringat jelas beberapa kejadian kekerasan yang terjadi di negeri kita, beberapa bulan yang lalu, seperti kasus penyerangan warga masyarakat Solo oleh sekelompok orang tertentu, bahkan yang terakhir adalah pembubaran diskusi ilmiah Irsyad Manji di Jakarta, sungguh tragis bila kita membaca berita-berita tersebut.
Beberapa kejadian tersebut patut kita pertanyakan kembali, kita hidup di Negara pancasila, yang menjunjung tinggi nilai Bhineka Tunggal Ika, memiliki kebudayaan, suku dan agama yang berbeda-beda. Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah layakkah kita disebut sebagai Negara pancasila yang mengakui kebebasan setiap warganya?
Kita semua tahu bahwa aksi kekerasan jauh lebih menakutkan, lebih mengerikan lagi adalah ideologi radikal yang diakui oleh sebagian kelompok tertentu terhadap suatu kebenaran yang obsolute bernama agama. Bahkan para pelaku teror tanpa segan-segan menyebut agama melegitimasi  tindakan kekerasan yang mereka lakukan.
Para pelaku memiliki ideologi tertentu yang bagi mereka berhak untuk diperjuangkan. Namun bukan hanya untuk dirinya atau kelompoknya melainkan untuk sesuatu yang diyakininya. Kesalahan atas pemahaman teks-teks agama yang kaku dan konservatif memang bukan hal yang baru lagi. Tetapi yang terpenting adalah bagaimana gerakan radikalisme (pro kekerasan) berubah menjadi gerakan yang berorientasi pada semangat agama yang membebaskan dan berdasar pada nilai-nilai humanisme ini yang perlu kita perjuangkan.
Agama Islam yang mempunyai pemahaman rahmatan lil’alamin, harus dikembangkan dalam kehidupan bersama. Siapa pun orangnya harus dilihat dari unsur kemanusiaan tanpa peduli latarbelakang agama dan bangsanya. Jadi, pada tataran ini tak perlu diperdebatkan rujukan agama, karena ajaran agama manapun dalam relasi kemanusiaan, pasti memuliakan dan menghormati manusia.
Islam yang berarti damai (peace) dan selamat (salvated) harus mampu diaplikasikan ke dalam kehidupan beragama. Islam tidak mendorong umatnya untuk melakukan kekerasan di muka bumi. Memahami Islam secara legal-formal dan normative serta berada di awang-awang, takkan sesuai jika disandingkan dengan kehidupan dunia yang serba plural.
Pluralitas manusia dan perbedaan adalah nikmat dan bukan sesuatu yang bisa dianggap sebagai sebuah penghalang dan berbahaya. Perbedaan harus dilihat sebagai ujian untuk mempertebal keyakinan diri tanpa harus melanggar batas-batas yang ditentukan oleh Yang Maha Kuasa. Termasuk di dalamnya, baik menghakimi tersesat atau tidaknya seseorang, karena itu semua bukan berada di tangan manusia melainkan di tangan-Nya.
Dimensi kemanusiaan dari agama-agama menjadi terpenting untuk diupayakan dan disebarluaskan oleh umat beragama, agar gairah saling menghormati, toleransi, hidup damai, harmonis dan ramah menjadi bagian yang terpenting dalam kehidupan sosial beragama.
Disinilah tantangan dan tanggung jawab untuk menjadi makhluk yang sempurna diuji. Kita harus mampu hidup damai dan bekerjasama dengan pihak lain guna kepentingan bersama tanpa mengorbankan kebenaran agama.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tembang Macapat Pangkur dan Maknanya

Tembang macapat pangkur banyak digunakan pada tembang-tembang yang bernuansa Pitutur (nasihat), pertemanan, dan cinta. Baik rasa cinta kepada anak, pendamping hidup, Tuhan dan alam semesta. Banyak yang memaknai tembang macapat pangkur sebagai salah satu tembang yang berbicara tentang seseorang yang telah menginjak usia senja, dimana orang tersebut mulai mungkur atau mengundurkan diri dari hal-hal keduniawian. Oleh karena itu sangat banyak tembang-tembang macapat pangkur yang berisi nasihat-nasihat pada generasi muda. (baca juga : Macapat Pangkur, Meninggalkan Urusan Duniawi) Salah satu contoh tembang macapat pangkur yang populer di masyarakat adalah karya KGPAA Mangkunegoro IV yang tertuang dalam Serat Wedatama, pupuh I, yakni : Mingkar-mingkuring ukara (Membolak-balikkan kata) Akarana karenan mardi siwi (Karena hendak mendidik anak) Sinawung resmining kidung (Tersirat dalam indahnya tembang) Sinuba sinukarta (Dihias penuh warna ) Mrih kretarta pakartining ilmu luhun

Bedanya Skripsi, Tesis, Disertasi, Karya Ilmiah , Makalah, Dan Paper

Karya ilmiah merupakan hasil paduan berpikir ilmiah melalui penelitian. Karya ilmiah disusun secara sistematis berdasarkan kaidah berpikir ilmiah, yang karena itu, sangat sulit dihasilkan oleh mereka yang tidak mempelajari dan memahami aturan dan prosedur keilmiahan. Karya ilmiah bertumpu pada berpikir ilmiah, yaitu: berpikir deduktif dan induktif. Adapun karya ilmiah dapat dipilah menjadi:  1. Makalah Lazimnya, makalah dibuat melalui kedua cara berpikir tersebut. Tetapi, tidak menjadi soal manakala disajikan berbasis berpikir deduktif (saja) atau induktif (saja). Yang penting, tidak berdasar opini belaka. Makalah, dalam tradisi akademik, adalah karya ilmuwan atau mahasiswa yang sifatnya paling ‘soft’ dari jenis karya ilmiah lainnya. Sekalipun, bobot akademik atau bahasan keilmuannya, adakalanya lebih tinggi. Misalnya, makalah yang dibuat oleh ilmuwan dibanding skripsi mahasiswa. Makalah mahasiswa lebih kepada memenuhi tugas-tugas pekuliahan. Karena itu, aturannya ti

HAKIKAT SHOLAT MENURUT SYEKH SITI JENAR

http://www.javalaw-bmg.blogspot.com Peliharalah shalatmu dan shalat wustha. Berdirilah untuk Allah (dalam shalat) yang khusyuk (QS Al. Baqarah / 2:238). Ini adalah penegasan dari Allah tentang kewajiban dan keharusan memelihara shalat, baik segi dzahir maupun batin dengan titik tekan khusyuk, kondisi batin yang mantap. Secara lahir, shalat dilakukan dengan berdiri, membaca Al-Fatihah , sujud, duduk dsb. Kesemuanya melibatkan keseluruhan anggota badan. Inilah shalat jasmani dan fisikal. Karena semua gerakan badan berlaku dalam semua shalat, maka dalam ayat tersebut disebut shalawaati (segala shalat) yang berarti jamak. Dan ini menjadi bagian pertama, yakni bagian lahiriah. Bagian kedua adalah tentang shalat wustha, yaitu yang secara sufistik adalah shalat hati. Wustha dapat diartikan pertengahan atau tengah-tengah. Karena hati terletak di tengah, yakni di tengah diri, maka dikatakan shalat wustha sebagai shalat hati. Tujuan shalat ini adalah untuk mendapatkan kedamaian dan