Bentuk fisik dari Panggung Sangga Buwana adalah segi delapan atau hasta walu dalam istilah Jawa. Bentuk yang segi delapan itu diartikan sebagai hasta brata yang menurut filosifi orang Jawa adalah sifat kepepimpinan, jadi diharapkan setiap pemimpin mempunyai sifat yang demikian. Filsafat Jawa selalu berorientasi pada alam karana dengan alam mereka dapat menikmati hidup dan merasakan komunikasi batin manusia dengan Sang Pencipta. Orang Jawa juga mempercayai bahwa apabila bangunan yang tidak menghiraukan alam lingkungan maka bangunan tersebut akan jauh dari situasi manusiawi.
Ajaran hasta
brata atau delapan laku yang merupakan ajaran kepemimpinan bagi setiap manusia.
Dari ajaran tersebut diharapkan setiap pemimpin mempunyai sifat-sifat seperti
watak kedelapan unsur alam yaitu:
1. Matahari
yang diartikan sebagai seorang pemimpin harus dapat menjadi sumber hidup orang
lain.
2. Bulan
mengartikan penerangan dalam kegelapan.
3. Bintang
sebagai petunjuk arah bagi yang tersesat
4. Bumi yang
maksudnya seorang pemimpin yang baik harus kuat menerima beban hidup yang
diterimanya.
5. Mendhung
diharapkan sebagai pemimpin tidak mempunyai sifat yang tidak pilih kasih.
6. Api yang
berarti mematangkan yang mentah
7.
Samodra/Air dimaksudkan bahwa pemimpin harus dapat memahami segala kebaikan dan
keburukan
8. Angin
yang apabila berada dimanapun juga harus dapat membawa kesejukkan.
Seorang
pemimpin yang dihormati oleh rakyatnya karena rakyat mengharapkan dengan
hadirnya pemimpin yang mempunyai sifat demikian maka mereka pasti akan hidup
rukun, tentram dan damai sejahtera.
Dari bentuk
fisik bangunan Panggung Sangga Buwana juga melambangkan sebagai simbol lingga
yang yang berdampingan dengan yoni yaitu Kori Srimanganti. Dalam kepercayaan
agama hindu, lingga dan yoni melambangkan Dewa Shiwa atau Dewa Kesuburan.
Simbol lingga dan yoni juga terukir atau terekam dalam bentuk ornamen di Kori
Srimanganti yang berarti bahwa sebagai perantara kelahiran manusia yang juga
mengingatkan hidup dalam alam paberayan senantiasa bersikap keatas dan kebawah
serta ke kanan dan ke kiri. Hal ini semua mengandung arti bahwa manusia harus
selalu ingat adanya Yang Menitahkan dan sekaligus mengakui bahwa manusia hanya
sebagai yang dititahkan. Sedangkan ke kanan dan ke kiri dapat diartikan manusia
selalu hidup bermasyarakat.
Panggung
Sangga Buwana yang melambangkan lingga diartikan juga sebagai suatu kekuatan
yang dominan disamping menimbulkan lingga-yoni yang juga merupakan lapisan inti
atau utama dari urut-urutan bangunan Gapura Gladag di Utara hingga Gapura
Gading di Selatan. Lingga dan yoni merupakan kesucian terakhir dalam hidup
manusia, hal ini kemudian menimbulkan sangkang paraning dumadi yaitu dengan
lingga dan yoni terjadilah manusia. Jadi dengan kata lain kesucian dalam
hubungannya dengan filsafat bentuk secara simbolik dapat melambangkan hidup.
Panggung
yang dilambangkan sebagai lingga dan Srimanganti sebagai yoni, juga merupakan
suatu pasemon atau kiasan goda yang terbesar. Maksudnya, lingga adalah penggoda
yoni, dan sebaliknya yoni merupakan penggoda lingga. Seterusnya, panggung dan
kori itu juga merupakan lambang yang bisa diartikan demikian: seorang lelaki
dalam menghadapi sakaratul maut, yaitu ketika ia hampir berangkat menuju ke
hadirat Tuhan, ia akan sangat tergoda oleh wanita atau sebaliknya. Begitu pula
sebaliknya wanita, ketika dipanggil Tuhan Yang Maha Kuasa ia pun sangat tergoda
atau sangat teringat akan pria atau kekasihnya. Begitulah makna yang terkandung
atau perlambang yang terkandung di dalam Panggug Sangga Buwana bersama Kori
Srimanganti yang selalu berdekatan.
Komentar