Versi lain mengatakan bahwa Panggung Sangga Buwana ditilik dari segi historisnya, pendirian bangunan tersebut disengaja untuk mengintai kegiatan di Benteng Vastenburg milik Belanda yang berada disebelah timur laut karaton. Memang tampaknya, walaupun karaton Surakarta tunduk pada pemerintahan Belanda, keduanya tetap saling mengintai. Ibarat minyak dan air yang selalu terpisah jelas kendati dalam satu wadah. Belanda mendirikan Benteng Vastenburg untuk mengamati kegiatan karaton, sedangkan PB III yang juga tidak percaya pada Belanda, balas mendirikan Panggung Sangga Buwana untuk mengintai kegiatan beteng.
Namun
tak-tik PB III sempat diketahui oleh Belanda. Setidaknya Belanda curiga
terhadap panggung yang didirikan itu. Dan ketika di tegur, PB III berdalih
bahwa panggung tersebut didirikan untuk upacara dengan Kangjeng Ratu Kidul
semata tanpa tendensi politik sedikitpun.
Lantai
teratas merupakan inti dari bangunan ini, yang biasa disebut tutup saji. Fungsi
atau kegunaan dari ruang ini bila dilihat secara strategis dan filosofis atau
spiritual adalah:
1. Secara
strategis, dapat digunakan untuk melihat Solo dan sekitarnya. Untuk dapat
melihat kota Solo dari lantai atas panggung dan tidak sembarangan orang yang
dapat menaiki, ada petugas yang memang bertugas untuk melihat dengan
menggunakan teropong atau kadang-kadang raja Surakarta sendiri yang melakukan pengintaian.
Pada jaman dulu raja sering naik keatas untuk melihat bagaimana keadaan kota,
rakyat dan musuh.
2. Segi
filosofi dan spiritualnya, Panggung Sanggga Buwana merupakan salah satu tempat
yang mempunyai hubungan antara Kengjeng Ratu Kencono Sari dengan raja Jawa
setempat. Hal yang memperkuat keyakinan bahwa raja-raja Jawa mempunyai hubungan
dengan Kangjeng Ratu Kidul atau Kangjeng Ratu Kencono Sari yang dipercaya
sebagai penguasa laut dalam hal ini di Laut Selatan dan raja sebagai penguasa
daratan, jadi komunikasi didalam tingkatan spiritual antara raja sebagai
penguasa didaratan dan Kangjeng Ratu Kencono Sari sebagai penguasa lautan
dikaitkan dengan letak geografis Nusantara sebagai negara maritim.
Jadi dapat
disimpulkan bahwa ruang tutup saji ini digunakan sebagai:
– tempat
meditasi bagi raja, karena letaknya yang tinggi dan ruang ini memberikan
suasana hening dan tentram
– tempat
meraga sukma bagi raja, untuk mengadakan pertemuan dengan Kangjeng Ratu Kidul.
– Tempat
untuk mengawasi keadaan atau pemandangan sekeliling karaton.
Pada lantai
teratas digunakan untuk bersemedi raja dan pertemuan dengan Kangjeng Ratu Kidul
terdapt dua kursi yang diperuntukkan bagi raja (kursi sebelah kiri) dan Ratu
Kidul (kursi sebelah kanan) yang menghadap ke arah selatan. Arah orientasi dari
bangunan ini adalah ke selatan; pintu masuk dari arah selatan dengan tujuan
untuk menghormati Kangjeng Ratu Kidul sebagai penguasa Laut Selatan. Diantara
dua buah kursi terdapat sebuah meja yang digunakan untuk meletakkan panggageman
Kangjeng Ratu Kidul didalam sebuah kotak. Pangageman tersebut diganti setiap
tahun menjelang acara Jumenengan raja.
Menurut
cerita, pada saat mengadakan pertemuan dengan raja, Kangjeng Ratu Kidul
mengenakan pakaiannya dan seketika itu juga beliau berwujud seperti manusia.
Setelah pertemuan selesai, Kangjeng Ratu Kidul kembali ke alamnya dengan
sebelumnya mengembalikan ageman yang dikenakannya ke dalam kotak.
Didalam
ruang tutup saji yang berdiameter kira-kira 6 meter, pada bagian tepat ditengah
ruangan terdapat kolom kayu yang secara simbolis menunjukkan bahwa segala
kegiatan yang dilakukan di tutup saji mempunyai hubungan dengan Tuhan. Kayu
yang digunakan adalah kayu jati yang berasal dari hutan donoloyo yang dianggap
angker bagi orang jawa.
Komentar