Cerita
tentang Ajaran Dewa Ruci kepada Arya Wrekudara /Arya sena/Bima ketika masuk ke
dasar samudera guna memenuhi tugas gurunya mencari air penghidupan
(Tirtamerta), yang disadur dari bentuk kakawin (tembang) oleh Pujangga
Surakarta, Yosodipuro
berjudul:”Serat
Dewaruci Kidung” yang disampaikan dalam bentuk macapat, berbahasa halus dan
sesuai rumus-rumus tembang, dengan bahasa Kawi, Sanskerta dan Jawa Kuna.
Seperti apa kisahnya, maka kami informasikan intisarinya yaitu bahwa pihak kaum Kurawa dengan dinegeri Amarta, ingin menjerumuskan pihak Pandawa dinegeri Astina,(yang sebenarnya adalah:bersaudara) ke dalam kesengsaraan, melalui perantaraan guru Durna. Sena yang juga adalah murid guru Durno diberikan ajaran: bahwa dalam mencapai kesempurnaan demi kesucian badan ,Sena diharuskan mengikuti perintah sang Guru untuk mencari air suci penghidupan ke hutan Tibrasara. Sena mengikuti perintah gurunya dan yakin tidak mungkin teritipu dan terbunuh oleh anjuran Gurunya, dan tetap berniat pergi mengikuti perintah sang Guru,walaupun sebenarnya ada niat sang Guru Durno untuk mencelakaannya.
Seperti apa kisahnya, maka kami informasikan intisarinya yaitu bahwa pihak kaum Kurawa dengan dinegeri Amarta, ingin menjerumuskan pihak Pandawa dinegeri Astina,(yang sebenarnya adalah:bersaudara) ke dalam kesengsaraan, melalui perantaraan guru Durna. Sena yang juga adalah murid guru Durno diberikan ajaran: bahwa dalam mencapai kesempurnaan demi kesucian badan ,Sena diharuskan mengikuti perintah sang Guru untuk mencari air suci penghidupan ke hutan Tibrasara. Sena mengikuti perintah gurunya dan yakin tidak mungkin teritipu dan terbunuh oleh anjuran Gurunya, dan tetap berniat pergi mengikuti perintah sang Guru,walaupun sebenarnya ada niat sang Guru Durno untuk mencelakaannya.
Diceritakan
Pada saat di negeri Amarta ,Prabu Suyudana/raja Mandaraka/prabu Salya sedang
rapat membahas bagaimana caranya Pandawa dapat ditipu secara halus agar musnah,
sebelum terjadinya perang Baratayuda, bersama dengan Resi Druna, Adipati Karna,
Raden Suwirya, Raden Jayasusena, Raden Rikadurjaya, Adipati dari Sindusena,
Jayajatra, Patih Sengkuni, Bisma, Dursasana, dan lain-lainnya termasuk para
sentana/pembesar andalan lainnya.
Kemudian
Durna memberi petunjuk kepada Sena, bahwa jika ia telah menemukan air suci itu
,maka akan berarti dirinya mencapai kesempurnaan, menonjol diantara sesama
makhluk,dilindungi ayah-ibu, mulia, berada dalam triloka,akan hidup kekal
adanya. Selanjutnya dikatakan, bahwa letak air suci ada di hutan Tibrasara,
dibawah Gandawedana, di gunung Candramuka, di dalam gua. Kemudian setelah ia
mohon pamit kepada Druna dan prabu Suyudana, lalu keluar dari istana, untuk
mohon pamit, mereka semua tersenyum, membayangkan Sena berhasil ditipu dan akan
hancur lebur melawan dua raksasa yang tinggal di gua itu, sebagai rasa
optimisnya ,untuk sementara mereka merayakan dengan bersuka-ria, pesta makan
minum sepuas-puasnya.
Setelah
sampai di gua gunung Candramuka, air yang dicari ternyata tidak ada, lalu gua
disekitarnya diobrak-abrik. Raksasa Rukmuka dan Rukmakala yang berada di gua
terkejut, marah dan mendatangi Sena. Namun walau telah dijelaskan niat
kedatangannya, kedua raksasa itu karena merasa terganggu akibat ulah Sena,
tetap saja mengamuk. Terjadi perkelahian …….Namun dalam perkelahian dua
Raksaksa tersebut kalah, ditendang, dibanting ke atas batu dan meledak hancur
lebur. Kemudian Sena mengamuk dan mengobrak-abrik lagi sampai lelah,dalam
hatinya ia bersedih hati dan berfikir bagaimana mendapatkan air suci
tersebut.Karena kelelahan,kemudian ia berdiri dibawah pohon beringin.
Tak lama
kemudian, Sena mendengar suara tak berwujud : “Wahai cucuku yang sedang
bersedih,engkau mencari tidak menjumpai, engkau tidak mendapat bimbingan yang
nyata, tentang tempat benda yang kau cari itu, sungguh menderita dirimu”.
Diceritakan saat Sena sudah pasrah….. suara itu yang ternyata adalah dua dewa,
Sang Hyang Endra dan Batara Bayu, yang memberitahu bahwa dua raksasa yang
dibunuh Sena,ternyata memang sedang dihukum Hyang Guru. Lalu dikatakan juga
agar untuk mencari air kehidupan, Sena di perintahkan agar kembali ke
Astina.Perintah inipun dituruti lagi………
Setibanya di
serambi Astina, saat lengkap dihadiri Resi Druna, Bisma, Suyudana, Patih
Sangkuni, Sindukala, Surangkala, Kuwirya Rikadurjaya, Jayasusena, lengkap bala
Kurawa, dan lain-lainnya, terkejut….! atas kedatangan Sena. Ia memberi laporan
tentang perjalannya dan dijawab oleh Sang Druna :bahwa ia sebenarnya hanya
diuji, sebab tempat air yang dicari, sebenarnya ada di tengah samudera.
Suyudana juga membantu bicara untuk meyakinkan Sena.
Karena tekad
yang kuat maka Senapun nekat untuk pergi lagi….., yang sebelumnya ia sempat
mampir dahulu ke Ngamarta.(tempat para kerabatnya berada)
Sementara
itu di Astina keluarga Sena yang mengetahui tipudaya pihak Kurawa mengirim
surat kepada prabu Harimurti/Kresna di Dwarawati, yang dengan tergesa-gesa
bersama bala pasukan datang ke Ngamarta. Setelah menerima penjelasan dari
Darmaputra, Kresna mengatakan bahwa janganlah Pandawa bersedih, sebab tipu daya
para Kurawa akan mendapat balasan dengan jatuhnya bencana dari dewata yang
agung.
Ketika
sedang asyik berbincang-bincang, datanglah Sena, yang membuat para Pandawa
termasuk Pancawala, Sumbadra, Retna Drupadi dan Srikandi, dan lain-lainnya,
senang dan akan mengadakan pesta. Namun tidak disangka, karena Sena ternyata
melaporkan bahwa ia akan meneruskan pencarian air suci itu, yaitu ke tengah
samudera. Nasehat dan tangisan, termasuk tangisan semua sentana laki-laki dan
perempuan, tidak membuatnya mundur.
Sena
berangkat pergi, tanpa rasa takut keluar masuk hutan, naik turun gunung, yang
akhirnya tiba di tepi laut. Sang ombak bergulung-gulung menggempur batu karang
bagaikan menyambut dan tampak kasihan kepada yang baru datang, bahwa ia di tipu
agar masuk ke dalam samudera, topan datang juga riuh menggelegar, seakan
mengatakan bahwa Druna memberi petunjuk sesat dan tidak benar.
Bagi Sena, lebih
baik mati dari pada pulang menentang sang Maharesi, walaupun ia tidak mampu
masuk ke dalam air, ke dasar samudera. Maka akhirnya ia berpasrah diri, tidak
merasa takut, sakit dan mati memang sudah kehendak dewata yang agung, karena
sudah menyatakan kesanggupan kepada Druna dan prabu Kurupati, dalam mencari
Tirta Kamandanu, masuk ke dalam samudera.
Dengan suka
cita ia lama memandang laut dan keindahan isi laut, kesedihan sudah terkikis,
menerawang tanpa batas, lalu ia memusatkan perhatian tanpa memikirkan
marabahaya, dengan semangat yang menyala-nyala mencebur ke laut, tampak
kegembiraannya, dan tak lupa digunakannya ilmu Jalasengara, agar air menyibak.
Alkisah ada
naga sebesar segara anakan, pemangsa ikan di laut, wajah liar dan ganas,
berbisa sangat mematikan, mulut bagai gua, taring tajam bercahaya, melilit Sena
sampai hanya tertinggal lehernya, menyemburkan bisa bagai air hujan. Sena
bingung dan mengira cepat mati, tapi saat lelah tak kuasa meronta, ia teringat
segera menikamkan kukunya, kuku Pancanaka, menancap di badan naga, darah
memancar deras, naga besar itu mati, seisi laut bergembira.
Sementara
itu Pandawa bersedih hati dan menangis memohon penuh iba, kepada prabu Kresna.
Lalu dikatakan oleh Kresna, bahwa Sena tidak akan meninggal dunia, bahkan mendapatkan
pahala dari dewata yang nanti akan datang dengan kesucian, memperoleh cinta
kemuliaan dari Hyang Suksma Kawekas, diijinkan berganti diri menjadi batara
yang berhasil menatap dengan hening. Para saudaranya tidak perlu sedih dan
cemas.
Kembali dikisahkan
Sang Wrekudara yang masih di samudera, ia bertemu dengan dewa berambut panjang,
seperti anak kecil bermain-main di atas laut, bernama Dewa Ruci. Lalu ia
berbicara :”Sena apa kerjamu, apa tujuanmu, tinggal di laut, semua serba tidak
ada tak ada yang dapat di makan, tidak ada makanan, dan tidak ada pakaian.
Hanya ada daun kering yang tertiup angin, jatuh didepanku, itu yang saya
makan”. Dikatakan pula :”Wahai Wrekudara, segera datang ke sini, banyak
rintangannya, jika tidak mati-matian tentu tak akan dapat sampai di tempat ini,
segalanya serba sepi. Tidak terang dan pikiranmu memaksa, dirimu tidak sayang
untuk mati, memang benar, disini tidak mungkin ditemukan”.
“Kau pun
keturunan Sang Hyang Pramesthi, Hyang Girinata, kau keturunan dari Sang Hyang
Brama asal dari para raja, ayahmu pun keturunan dari Brama, menyebarkan para
raja, ibumu Dewi Kunthi, yang memiliki keturunan, yaitu sang Hyang Wisnu Murti.
Hanya berputra tiga dengan ayahmu, Yudistira sebagai anak sulung, yang kedua
dirimu, sebagai penengah adalah Dananjaya, yang dua anak lain dari keturunan
dengan Madrim, genaplah Pandawa, kedatanganmu disini pun juga atas petunjuk
Dhang Hyang Druna untuk mencari air Penghidupan berupa air jernih, karena
gurumu yang memberi petunjuk, itulah yang kau laksanakan, maka orang yang
bertapa sulit menikmati hidupnya”, lanjut Dewa Ruci.
Kemudian
dikatakan :”Jangan pergi bila belum jelas maksudnya, jangan makan bila belum
tahu rasa yang dimakan, janganlah berpakaian bila belum tahu nama pakaianmu.
Kau bisa tahu dari bertanya, dan dengan meniru juga, jadi dengan dilaksanakan,
demikian dalam hidup, ada orang bodoh dari gunung akan membeli emas, oleh
tukang emas diberi kertas kuning dikira emas mulia. Demikian pula orang
berguru, bila belum paham, akan tempat yang harus disembah”.
Wrekudara
masuk tubuh Dewa Ruci menerima ajaran tentang Kenyataan
“Segeralah
kemari Wrekudara, masuklah ke dalam tubuhku”, kata Dewa Ruci. Sambil tertawa
sena bertanya :”Tuan ini bertubuh kecil, saya bertubuh besar, dari mana jalanku
masuk, kelingking pun tidak mungkin masuk”.Dewa Ruci tersenyum dan berkata
lirih:”besar mana dirimu dengan dunia ini, semua isi dunia, hutan dengan
gunung, samudera dengan semua isinya, tak sarat masuk ke dalam tubuhku”.
Atas
petunjuk Dewa Ruci, Sena masuk ke dalam tubuhnya melalui telinga kiri. Dan
tampaklah laut luas tanpa tepi, langit luas, tak tahu mana utara dan selatan,
tidak tahu timur dan barat, bawah dan atas, depan dan belakang. Kemudian,
terang, tampaklah Dewa Ruci, memancarkan sinar, dan diketahui lah arah, lalu
matahari, nyaman rasa hati.
Ada empat
macam benda yang tampak oleh Sena, yaitu hitam, merah kuning dan putih. Lalu
berkatalah Dewa Ruci:”Yang pertama kau lihat cahaya, menyala tidak tahu
namanya, Pancamaya itu, sesungguhnya ada di dalam hatimu, yang memimpin dirimu,
maksudnya hati, disebut muka sifat, yang menuntun kepada sifat lebih, merupakan
hakikat sifat itu sendiri. Lekas pulang jangan berjalan, selidikilah rupa itu
jangan ragu, untuk hati tinggal, mata hati itulah, menandai pada hakikatmu,
sedangkan yang berwarna merah, hitam, kuning dan putih, itu adalah penghalang
hati.
Yang hitam
kerjanya marah terhadap segala hal, murka, yang menghalangi dan menutupi
tindakan yang baik. Yang merah menunjukkan nafsu yang baik, segala keinginan
keluar dari situ, panas hati, menutupi hati yang sadar kepada kewaspadaan. Yang
kuning hanya suka merusak. Sedangkan yang putih berarti nyata, hati yang tenang
suci tanpa berpikiran ini dan itu, perwira dalam kedamaian. Sehingga hitam,
merah dan kuning adalah penghalang pikiran dan kehendak yang abadi, persatuan
Suksma Mulia.
Lalu
Wrekudara melihat, cahaya memancar berkilat, berpelangi melengkung, bentuk zat
yang dicari, apakah gerangan itu ?! Menurut Dewa Ruci, itu bukan yang dicari
(air suci), yang dilihat itu yang tampak berkilat cahayanya, memancar
bernyala-nyala, yang menguasai segala hal, tanpa bentuk dan tanpa warna, tidak
berwujud dan tidak tampak, tanpa tempat tinggal, hanya terdapat pada
orang-orang yang awas, hanya berupa firasat di dunia ini, dipegang tidak dapat,
adalah Pramana, yang menyatu dengan diri tetapi tidak ikut merasakan gembira
dan prihatin, bertempat tinggal di tubuh, tidak ikut makan dan minum, tidak
ikut merasakan sakit dan menderita, jika berpisah dari tempatnya, raga yang
tinggal, badan tanpa daya. Itulah yang mampu merasakan penderitaannya, dihidupi
oleh suksma, ialah yang berhak menikmati hidup, mengakui rahasia zat.
Kehidupan
Pramana dihidupi oleh suksma yang menguasai segalanya, Pramana bila mati ikut
lesu, namun bila hilang, kehidupan suksma ada. Sirna itulah yang ditemui,
kehidupan suksma yang sesungguhnya, Pramana Anresandani.
Jika ingin
mempelajari dan sudah didapatkan, jangan punya kegemaran, bersungguh-sungguh
dan waspada dalam segala tingkah laku, jangan bicara gaduh, jangan bicarakan
hal ini secara sembunyi-sembunyi, tapi lekaslah mengalah jika berselisih,
jangan memanjakan diri, jangan lekat dengan nafsu kehidupan tapi kuasailah.
Tentang
keinginan untuk mati agar tidak mengantuk dan tidak lapar, tidak mengalami
hambatan dan kesulitan, tidak sakit, hanya enak dan bermanfaat, peganglah dalam
pemusatan pikiran, disimpan dalam buana, keberadaannya melekat pada diri,
menyatu padu dan sudah menjadi kawan akrab.
Sedangkan
Suksma Sejati, ada pada diri manusia, tak dapat dipisahkan, tak berbeda dengan
kedatangannya waktu dahulu, menyatu dengan kesejahteraan dunia, mendapat
anugerah yang benar, persatuan manusia/kawula dan pencipta/Gusti. Manusia
bagaikan wayang, Dalang yang memainkan segala gerak gerik dan berkuasa antara
perpaduan kehendak, dunia merupakan panggungnya, layar yang digunakan untuk
memainkan panggungnya.
Penerima
ajaran dan nasehat ini tidak boleh menyombongkan diri, hayati dengan
sungguh-sungguh, karena nasehat merupakan benih. Namun jika ditemui ajaran
misalnya kacang kedelai disebar di bebatuan tanpa tanah tentu tidak akan dapat
tumbuh, maka jika manusia bijaksana, tinggalkan dan hilangkan, agar menjadi
jelas penglihatan sukma, rupa dan suara.
Hyang Luhur
menjadi badan Sukma Jernih, segala tingkah laku akan menjadi satu, sudah menjadi
diri sendiri, dimana setiap gerak tentu juga merupakan kehendak manusia,
terkabul itu namanya, akan segala keinginan, semua sudah ada pada manusia,
semua jagad ini karena diri manusia, dalam segala janji janganlah ingkar.
Jika sudah
paham akan segala tanggung jawab, rahasiakan dan tutupilah. Yang terbaik, untuk
disini dan untuk disana juga, bagaikan mati di dalam hidup, bagaikan hidup
dalam mati, hidup abadi selamanya, yang mati itu juga. Badan hanya sekedar
melaksanakan secara lahir, yaitu yang menuju pada nafsu.
Wrekudara
setelah mendengar perkataan Dewa Ruci, hatinya terang benderang, menerima
dengan suka hati, dalam hati mengharap mendapatkan anugerah wahyu sesungguhnya.
Dan kemudian dikatakan oleh Dewa Ruci :”Sena ketahuilah olehmu, yang kau kerjakan,
tidak ada ilmu yang didatangkan, semua sudah kau kuasai, tak ada lagi yang
dicari, kesaktian, kepandaian dan keperkasaan, karena kesungguhan hati ialah
dalam cara melaksanakan.
Dewa Ruci
selesai menyampaikan ajarannya, Wrekudara tidak bingung dan semua sudah
dipahami, lalu kembali ke alam kemanusiaan, gembira hatinya, hilanglah
kekalutan hatinya, dan Dewa Ruci telah sirna dari mata,
Wrekudara
lalu mengingat, banyak yang didengarnya tentang tingkah para Pertapa yang
berpikiran salah, mengira sudah benar, akhirnya tak berdaya, dililit oleh
penerapannya, seperti mengharapkan kemuliaan, namun akhirnya tersesat dan
terjerumus.
Bertapa
tanpa ilmu, tentu tidak akan berhasil, kematian seolah dipaksakan, melalui
kepertapaannya, mengira dapat mencapai kesempurnaan dengan cara bertapa tanpa
petunjuk, tanpa pedoman berguru, mengosongkanan pikiran, belum tentu akan
mendapatkan petunjuk yang nyata. Tingkah seenaknya, bertapa dengan merusak
tubuh dalam mencapai kamuksan, bahkan gagallah bertapanya itu.
Guru yang
benar, mengangkat murid/cantrik, jika memberi ajaran tidak jauh tempat
duduknya, cantrik sebagai sahabatnya, lepas dari pemikiran batinnya,
mengajarkan wahyu yang diperoleh. Inilah keutamaan bagi keduanya.
Tingkah
manusia hidup usahakan dapat seperti wayang yang dimainkan di atas panggung, di
balik layar ia digerak-gerakkan, banyak hiasan yang dipasang, berlampu panggung
matahari dan rembulan, dengan layarnya alam yang sepi, yang melihat adalah
pikiran, bumi sebagai tempat berpijak, wayang tegak ditopang orang yang
menyaksikan, gerak dan diamnya dimainkan oleh Dalang, disuarakan bila harus
berkata-kata, bahwa itu dari Dalang yang berada dibalik layar, bagaikan api
dalam kayu, berderit oleh tiupan angin, kayu hangus mengeluarkan asap, sebentar
kemudian mengeluarkan api yang berasal dari kayu, ketahuilah asal mulanya,
semuanya yang tergetar, oleh perlindungan jati manusia, yang yang kemudian
sebagai rahasia.
Kembali ke
Negeri Ngamarta
Tekad yang
sudah sempurna, dengan penuh semangat, Raden Arya Wrekudara kemudian pulang dan
tiba ke negerinya, Ngamarta, tak berpaling hatinya, tidak asing bagi dirinya,
sewujud dan sejiwa, dalam kenyataan ditutupi dan dirahasiakan, dilaksanakan
untuk memenuhi kesatriaannya. Permulaan jagad raya, kelahiran batin ini, memang
tidak kelihatan, yang bagaikan sudah menyatu, seumpama suatu bentukan, itulah
perjalanannya.
Bersamaan
dengan kedatangan Sena, di Ngamarta sedang berkumpul para saudaranya bersama
Sang Prabu Kresna, yang sedang membicarakan kepergian Sena, cara masuk dasar
samudera. Maka disambutlah ia, dan saat ditanya oleh Prabu Yudistira mengenai
perjalanan tugasnya, ia menjawab bahwa perjalanannya itu dicurangi, ada dewa
yang memberi tahu kepadanya, bahwa di lautan itu sepi,tidak ada air
penghidupan. Gembira mendengar itu, lalu Kresna berkata :”Adikku ketahuilah
nanti, jangan lupa segala sesuatu yang sudah terjadi ini”.
atas
permintaan kaum kurawa
durna memasang muslihat untuk melenyapkan bima
dengan menugasinya mencari tirta-prawita-adi
sebagai sarana pembuka pengetahuan sejati
yang bertempat di hutan tibrasara di gunung candramuka
durna memasang muslihat untuk melenyapkan bima
dengan menugasinya mencari tirta-prawita-adi
sebagai sarana pembuka pengetahuan sejati
yang bertempat di hutan tibrasara di gunung candramuka
setelah
mengirim barisan-pendem untuk mencelakakan arya sena suyudana pulang ke
permaisuri banowati dan putrinda leksmanawati
sementara sangkuni dan kurawa lengkap berangkat berkuda
sementara sangkuni dan kurawa lengkap berangkat berkuda
pada saat
yang sama di saptapratala,
batara anantaboga dan dewi suparti menerima sasmita dewata
bahwa bima menantu mereka akan menerima cobaan
sang dewi suparti segera silih warna sebagai naga
berangkat untuk membantu sang menantu
di perjalanan bersua para kurawa dan bertempur,
namun para kurawa segera menyimpang jalan
naga jelmaan segera melanjutkan langkah
dan bertapa di gua sigrangga
batara anantaboga dan dewi suparti menerima sasmita dewata
bahwa bima menantu mereka akan menerima cobaan
sang dewi suparti segera silih warna sebagai naga
berangkat untuk membantu sang menantu
di perjalanan bersua para kurawa dan bertempur,
namun para kurawa segera menyimpang jalan
naga jelmaan segera melanjutkan langkah
dan bertapa di gua sigrangga
di sapta
arga, resi abyasa sedang dihadap arjuna dan para punakawan
melaporkan bahwa arya sena hendak dicelakakan danghyang durna
abyasa menyuruhnya mencegah, namun bila berkeras,
doakanlah agar semua langkahnya membawa hasil sepadan
melaporkan bahwa arya sena hendak dicelakakan danghyang durna
abyasa menyuruhnya mencegah, namun bila berkeras,
doakanlah agar semua langkahnya membawa hasil sepadan
di tengah
rimba dalam perjalanan pulang,
arjuna cs bertemu sepasang macan, sang kesara dan sang kesari,
macan ditewaskan badhar menjadi batara brahma dan dewi saraswati
brahma memberi wangsit bahwa bima akan memperoleh nugraha
brahma dan isteri kembali makahyangan
arjuna cs bertemu sepasang macan, sang kesara dan sang kesari,
macan ditewaskan badhar menjadi batara brahma dan dewi saraswati
brahma memberi wangsit bahwa bima akan memperoleh nugraha
brahma dan isteri kembali makahyangan
yudistira
bima nakula sadewa dan kresna di amarta
kresna ikut menahan bima agar membatalkan niatnya
namun bima berkeras bahwa mencari tirta adi di gunung candramuka
adalah bukti baktinya pada bapa guru durna
serta demi mengejar pemahaman inti pengetahuan sejati
arjuna datang dan melaporkan semua yang diketahuinya
sena tetap tidak bisa ditahan dan pamit berangkat
kresna ikut menahan bima agar membatalkan niatnya
namun bima berkeras bahwa mencari tirta adi di gunung candramuka
adalah bukti baktinya pada bapa guru durna
serta demi mengejar pemahaman inti pengetahuan sejati
arjuna datang dan melaporkan semua yang diketahuinya
sena tetap tidak bisa ditahan dan pamit berangkat
i gunung
candramuka sang sena bertindak membabibuta
segala bukit batu dan pohon besar dibongkar berantakan
namun apa yang dicari tetap tak bersua juga
segala bukit batu dan pohon besar dibongkar berantakan
namun apa yang dicari tetap tak bersua juga
rukmuka dan
rukmakala, sepasang raksasa di gunung candramuka
murka melihat arya sena membongkar hutan semena-mena
pertarungan tak terelakkan dan kedua raksasa musnah
kembali ke wujud semula: hyang indra dan hyang bayu
yang memberikan ajian jalasengara dan senjata ekal druwendra
kemampuan memasuki air tanpa kesulitan (jalasengara)
kedua batara memberi wisikan pula
bahwa sebenarnya permintaan durna hanyalah tipu daya
namun semua usaha yang dilakukan secara bersungguh-sungguh
senantiasa akan berbuah sepadan
sang bima segera kembali ke astina
untuk menanyakan pada sang guru
murka melihat arya sena membongkar hutan semena-mena
pertarungan tak terelakkan dan kedua raksasa musnah
kembali ke wujud semula: hyang indra dan hyang bayu
yang memberikan ajian jalasengara dan senjata ekal druwendra
kemampuan memasuki air tanpa kesulitan (jalasengara)
kedua batara memberi wisikan pula
bahwa sebenarnya permintaan durna hanyalah tipu daya
namun semua usaha yang dilakukan secara bersungguh-sungguh
senantiasa akan berbuah sepadan
sang bima segera kembali ke astina
untuk menanyakan pada sang guru
sekembali di
astina, durna memberitahu
bahwa tugas terdahulu hanyalah penguji tekad muridnya
tempat yang sebenarnya adalah di tengah samudra
bima segera kembali ke amarta untuk pamit kedua kalinya
bahwa tugas terdahulu hanyalah penguji tekad muridnya
tempat yang sebenarnya adalah di tengah samudra
bima segera kembali ke amarta untuk pamit kedua kalinya
di amarta
kembali semua kadang menahan kepergian bima
namun sekali lagi bima tak bisa ditahan dan berangkat segera
namun sekali lagi bima tak bisa ditahan dan berangkat segera
sesampai di
gua sigrangga bima disambar oleh naga suparti
bertempur sejenak naga kalah dan kembali ke wujud aslinya
kemudian membisikkan tentang muslihat durna
namun jangan menurunkan semangat bukti bakti sang menantu
agar tetap memperoleh nugraha atasnya
sang sena diminta segera meneruskan ke samudera
lalu lenyaplah sang dewi
dan byar, arya sena sudah berada di tepian samodera
bertempur sejenak naga kalah dan kembali ke wujud aslinya
kemudian membisikkan tentang muslihat durna
namun jangan menurunkan semangat bukti bakti sang menantu
agar tetap memperoleh nugraha atasnya
sang sena diminta segera meneruskan ke samudera
lalu lenyaplah sang dewi
dan byar, arya sena sudah berada di tepian samodera
engan benak
hanya terisi satu tujuan
menaati permintaan guru durna
sang bima mencebur ke tengah samudera
ombak menyaput sampai ke leher dan kepala
termangu sejenak sang bima membayangkan ancaman maut
namun teringat pada aji jalasengara pemberian dewata
menaati permintaan guru durna
sang bima mencebur ke tengah samudera
ombak menyaput sampai ke leher dan kepala
termangu sejenak sang bima membayangkan ancaman maut
namun teringat pada aji jalasengara pemberian dewata
seekor naga
raksasa, sang nemburnawa, datang menghadang
pertarungan di air membuat seisi samudera bergolak
namun akhirnya sang naga tewas oleh kuku pancanaka
samudera kembali hening tenteram
sunyi
pertarungan di air membuat seisi samudera bergolak
namun akhirnya sang naga tewas oleh kuku pancanaka
samudera kembali hening tenteram
sunyi
tak lama
kemudian tampaklah seorang anak bajang di atas air
melambai pada bima agar menghampir
lalu mewejang dengan berbagai ilmu sejati
penguak segala rahasia alam semesta
usai mewejang musnahlah sang dewaruci
dan sang sena sudah kembali berada di alam nyata
kembali ke amarta
melambai pada bima agar menghampir
lalu mewejang dengan berbagai ilmu sejati
penguak segala rahasia alam semesta
usai mewejang musnahlah sang dewaruci
dan sang sena sudah kembali berada di alam nyata
kembali ke amarta
di tepi
samodra menunggu arya sangkuni dan para kurawa
menduga sudah tewaslah sang tonggak pandawa
melihat munculnya sang bima para kurawa maju mengerubut
bima berhasil menghindar, hendak segera kembali ke amarta
para kurawa segera membuntuti mengejar
menduga sudah tewaslah sang tonggak pandawa
melihat munculnya sang bima para kurawa maju mengerubut
bima berhasil menghindar, hendak segera kembali ke amarta
para kurawa segera membuntuti mengejar
murung yang
melela di amarta sirna seketika
oleh munculnya arya bima yang sehat tak kurang suatu apa
wajahnya tampak bersinar cemerlang oleh cahaya surgawi
oleh munculnya arya bima yang sehat tak kurang suatu apa
wajahnya tampak bersinar cemerlang oleh cahaya surgawi
kerusuhan di
belakangnya oleh ulah para kurawa
segera berhasil dipadamkan oleh sang bima
kurawa bubar berantakan tanpa sisa
segera berhasil dipadamkan oleh sang bima
kurawa bubar berantakan tanpa sisa
bima segera
menyampaikan segala yang dialaminya
pada kresna dan kadang pandawa
semua berbahagia
keceriaan alam telah kembali mewarnai istana amarta
sang bima telah menemukan segala yang dikehendakinya
pengetahuan tentang hakekat hidup sejati.
pada kresna dan kadang pandawa
semua berbahagia
keceriaan alam telah kembali mewarnai istana amarta
sang bima telah menemukan segala yang dikehendakinya
pengetahuan tentang hakekat hidup sejati.
Sumber : Berbagai Sumber, Cerita rakyat tresno budoyo.
Komentar