Perkembangan Kota Pekanbaru , Kota Pekanbaru adalah salah satu Daerah Tingkat II sekaligus merupakan ibukota dari
Provinsi Riau. Pekanbaru mempunyai Pelabuhan Pelita Pantai dan Pelabuhan Laut
Sungai Duku dan Bandara Sultan Syarif Kasim II. Pekanbaru berpenduduk sebesar
717 ribu jiwa. Kota Pekanbaru telah berkembang menjadi suatu pusat bisnis
dengan pertumbuhan rata-rata 23 persen. PDRBnya adalah yang tertinggi kedua di
Pulau Sumatera, Jauh di atas DKI Jakarta yang hanya 14 persen dan Kepulauan
Riau yang cuma 12 persen. Tak terbayangkan rasanya,
negeri yang dilanda krisis energi
sedemikian parah bisa memiliki prestasi yang sedemikian hebatnya. Meski masih
dihadapkan pada problem paling parah akibat krisis energi dan bencana alam yang
tidak terkendalikan akibat terbakarnya lautan gambut, namun Riau masih layak
berbangga. Perkembangan Pekanbaru yang sedemikian pesat, dikarenakan
perkembangan sektor properti, kuliner, dan perbankan menjadikan pembangunan
mal-mal baru berkembang pesat seperti Mal Pekanbaru (2003), Mal Ciputra Seraya (2004), dan Mal SKA (2005). Belum lagi dengan maraknya dibangun hotel-hotel baru seperti
Hotel Grand Jatra (bintang 4) pada tahun 2003, Hotel Ibis (bintang 3) pada tahun 2004, Hotel Quality (bintang 4) pada tahun 2006,
Hotel Aston (bintang 3) pada tahun 2007 dan lain-lain. Riau mampu menjadi yang
paling baik dibandingkan dengan provinsi lain, bahkan provinsi yang hebat di
Pulau Jawa sekali pun.
Sejarah Berdirinya Pekanbaru
Pada zaman dahulu Pekanbaru lebih dikenal dengan nama
Senapelan yang pada saat itu dipimpin oleh seorang kepala suku yang disebut
batin. Mulanya daerah ini merupakan ladang yang lambat laun berubah menjadi
daerah perkampungan. Kemudian perkampungan Senapelan pindah ke daerah yang baru
yaitu dusun Payung Sekaki yang terletak di muara Sungai Siak. Namun nama Payung
Sekaki tidak dikenal pada masanya dan tetap disebut sebagai Senapelan.
Kemudian sultan Siak Sri Indrapura yaitu Sultan Abdul
Jalil Alamudin Syah mendirikan istana di Kampung Bukit berdekatan dengan
perkampungan Senapelan. Sultan pun memiliki inisiatif untuk mendirikan sebuah
pekan di Senapelan tetapi tidak berkembang. Usaha yang telah dirintis sang
sultan pun dilanjutkan oleh putranya yaitu Raja Muda Muhammad Ali di tempat
baru yaitu di sekitar pelabuhan sekarang. Selanjutnya pada tanggal 23 Juni 1784
berdasarkan musyawarah datuk-datuk empat suku (Pesisir, Lima Puluh, Tanah
Datar, dan Kampar) nama Senapelan diganti menjadi Pekan Baharu. Pada saat ini
tanggal 23 Juni diperingati sebagai hari kelahiran kota Pekanbaru. Setelah
terjadi pergantian nama, Senapelan mulai ditinggalkan dan mulai diganti dengan
nama Pekan Baharu atau Pekanbaru dalam penyebutan sehari-hari.
Berdasarkan SK Kerajaan, yaitu Besluit van Her Inlanche
Zelf Destuur van Siak No.1 tanggal 19 Oktober 1919, Pekanbaru menjadi bagian dari
Kesultanan Siak dengan sebutan distrik. Pada tahun 1931 Pekanbaru dimasukkan ke
dalam wilayah Kampar Kiri yang dikepalai oleh seorang controleur. Setelah
pendudukan Jepang pada tanggal 8 Maret 1942, Pekanbaru dikepalai oleh seorang
gubernur militer yang disebut gokung.
Setelah Indonesia merdeka,
berdasarkan ketetapan gubernur Sumatera di Medan tanggal 17 Mei 1946 No. 103,
Pekanbaru dijadikan sebagai daerah otonom yang disebut haminte atau kota besar.
Setelah itu berdasarkan UU No.22 tahun 1948, kabupaten Pekanbaru diganti
menjadi Kabupaten Kampar dan Kota Pekanbaru diberikan status kota kecil dan
status ini semakin disempurnakan dengan keluarnya UU No.8 tahun 1956. Kemudian
status kota Pekanbaru dinaikkan dari kota kecil menjadi kota praja setelah keluarnya
UU No.1 tahun 1957. Berdasarkan Kepmendagri No. Desember 52/I/44-25 tanggal 20
Januari 1959, Pekanbaru resmi menjadi ibukota Propinsi Riau.
Komentar