Berakhirnya masa pemerintahan kolonial membawa
perubahan sosial politik yang sangat berarti bagi kelangsungan sistem birokrasi
pemerintahan. Perbedaan-perbedaan pandangan yang terjadi diantara pendiri
bangsa di awal masa kemerdekaan tentang bentuk Negara yang akan didirikan,
termasuk dalam pengaturan birokrasinya, telah menjurus ke arah disintegrasi
bangsa dan keutuhan aparatur pemerintahan. Perubahan bentuk Negara dari
kesatuan menjadi federal berdasarkan konstitusi RIS melahirkan dilematis dalam
cara pengaturan aparatur pemerintah. Setidak-tidaknya terdapat dua persoalan
dilematis menyangkut birokrasi pada saat itu. Pertama, bagaimana cara
menempatkan pegawai Republik Indonesia yang telah berjasa mempertahankan
NKRI,tetapi relatif kurang memiliki keahlian dan pengalaman kerja yang memadai.
Kedua, bagaimana menempatkan pegawai yang telah bekerja pada Pemerintah belanda
yang memiliki keahlian,tetapi dianggap berkhianat atau tidak loyal terhadap
NKRI.
Demikian pula penerapan sistem pemerintahan
parlementer dan sistem politik yang mengiringinya pada tahun 1950-1959 telah
membawa konsekuensi pada seringnya terjadi pergantian kabinet hanya dalam tempo
beberapa bulan. Seringnya terjadi pergantian kabinaet menyebabkan birokrasi
sangat terfragmentasi secara politik. Di dalam birokrasi tejadi tarik-menarik
antar berbagai kepentingan partai politik yang kuat pada masa itu. Banyak
kebijakan atau program birokrasi pemerintah yang lebih kental nuansa
kepentingan politik dari partai yang sedang berkuasa atau berpengaruh dalam suatu
departemen. Program-program departemen yang tidak sesuai dengan garis kebijakan
partai yang berkuasa dengan mudah dihapuskan oleh menteri baru yang menduduki
suatu departemen. Birokrasi pada masa itu benar- benar mengalami politisasi
sebagai instrument politik yang berkuasa atau berpengaruh.Dampak dari sistem
pemerintahan parlementer telah memunculkan persaingan dan sistem kerja yang
tidak sehat di dalam birokrasi. Birkrasi menjadi tidak professional dalam
menjalankan tugas-tugasnya, birokrasi tidak pernah dapat melaksanakan kebijakan
atau program-programnya karena sering terjadi pergantian pejabat dari partai
politik yang
memenangkan pemilu. Setiap pejabat atau menteri baru
selalu menerapkan kebijakan yang berbeda dari pendahulunya yang berasal dari partai
politik yang berbeda. Pengangkatan dan penempatan pegawai tidak berdasarkan
merit system, tetapi lebih pada pertimbangan loyalitas politik terhadap
partainya.
Komentar