Langsung ke konten utama

Cerita Sejarah Kota Surabaya


Suatu hari, datanglah seekor ikan hiu ke sungai Kalimas. Hiu bernama Sura itu memasuki wilayah kekuasaan Buaya. Sura menyatakan diri sebagai raja di sungai Kalimas. Sura tidak lebih baik dari Buaya. Sura juga meminta agar semua makhluk air di sungai Kalimas memberi persembahan kepadanya.
 
Merasa ada penyusup yang menduduki wilayahnya, Buaya menjadi marah. Buaya menjadi murka. Dia mendatangi Sura. Dia mengusir Sura. Dia menyuruh Sura untuk meninggalkan sungai Kalimas. Sura tidak memperdulikan Buaya. Dia ingin menjadi penguasa sungai Kalimas. Dia menantang Buaya untuk memperebutkan wilayah kekuasaan. Buaya menanggapi tantangan Sura. Mulailah mereka terlibat dalam suatu perkelahian.
 
Sura dan Buaya berkelahi dengan sangat seru. Air sungai Kalimas bergolak hebat. Sura dan Buaya Sura saling menyerang, saling menggigit. Darah mereka membuat warna air sungai menjadi merah. Jembatan di atas sungai itu juga menjadi merah terkena darah mereka. Perkelahian itu berlangsung berhari-hari.
 
Banyak orang menyaksikan perkelahian itu. Mereka bukan hanya penduduk di sekitar sungai Kalimas, mereka juga datang dari beberapa daerah yang cukup jauh.
 
Mau ke mana kamu?” tanya seorang petani kepada serombongan orang yang sedang berjalan dengan tergesa-gesa.
 
“Kami mau melihat Sura dan Buaya berkelahi,” jawab mereka.
 
Di mana?” “sungai Kalimas,” jawab mereka
 
“Aku ikut,” kata petani itu.
 
Tetapi orang-orang itu sudah berada jauh darinya.
 
Petani itu pulang dan berkata kepada isterinya, “Aku mau melihat Sura dan Buaya berkelahi.”
 
Ketika para tetangga melihat kepergian suami-isteri ini, mereka juga tertarik untuk pergi menyaksikan perkelahian Sura dan Buaya. Maka, seisi kampung pergi bersama menuju tempat perkelahian antara Sura dan Buaya.
Ketika mereka melewati sebuah kampung, penduduk kampung itu ingin tahu kemana mereka pergi.
 
“Suro Boyo,” jawab mereka sambil berjalan tergesa-gesa.



Penduduk kampung itupun pergi ke ‘suro boyo’ yaitu tempat Sura dan Buaya berkelahi, di sungai Kalimas. Di sana, orang-orang saling berdesakan menyaksikan perkelahian itu.
 
Sementara itu, perkelahian telah berlangsung selama satu minggu. Perkelahian itu membuat Buaya kehabisan tenaga. Sura juga sangat kelelahan. Mereka menderita luka-luka. Tetapi, tak ada yang mau mengalah. Setelah beristirahat sejenak, mereka kembali saling menyerang. Mereka mengerahkan sisa-sisa tenaga, melancarkan serangan yang mematikan. Sura terkapar, tak bergerak. Buaya tergeletak, tak bergerak. Sura dan Buaya sama-sama mati. Sampyuh*)
 
Tempat di mana Sura dan Buaya berkelahi itu kemudian diberi nama Suroboyo (Surabaya). Jembatan di atas sungai Kalimas - yang menjadi merah karena darah Sura dan Buaya - itu disebut Jembatan Merah. Kemudian hari, Suroboyo (Surabaya) menjadi sebuah kota dagang dengan daerah sekitar Jembatan Merah sebagai pusat kota. Seiring berjalannya waktu, Suroboyo berkembang ke arah selatan.

Sumber : Cerita Rakyat Jawa

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tembang Macapat Pangkur dan Maknanya

Tembang macapat pangkur banyak digunakan pada tembang-tembang yang bernuansa Pitutur (nasihat), pertemanan, dan cinta. Baik rasa cinta kepada anak, pendamping hidup, Tuhan dan alam semesta. Banyak yang memaknai tembang macapat pangkur sebagai salah satu tembang yang berbicara tentang seseorang yang telah menginjak usia senja, dimana orang tersebut mulai mungkur atau mengundurkan diri dari hal-hal keduniawian. Oleh karena itu sangat banyak tembang-tembang macapat pangkur yang berisi nasihat-nasihat pada generasi muda. (baca juga : Macapat Pangkur, Meninggalkan Urusan Duniawi) Salah satu contoh tembang macapat pangkur yang populer di masyarakat adalah karya KGPAA Mangkunegoro IV yang tertuang dalam Serat Wedatama, pupuh I, yakni : Mingkar-mingkuring ukara (Membolak-balikkan kata) Akarana karenan mardi siwi (Karena hendak mendidik anak) Sinawung resmining kidung (Tersirat dalam indahnya tembang) Sinuba sinukarta (Dihias penuh warna ) Mrih kretarta pakartining ilmu luhun

HAKIKAT SHOLAT MENURUT SYEKH SITI JENAR

http://www.javalaw-bmg.blogspot.com Peliharalah shalatmu dan shalat wustha. Berdirilah untuk Allah (dalam shalat) yang khusyuk (QS Al. Baqarah / 2:238). Ini adalah penegasan dari Allah tentang kewajiban dan keharusan memelihara shalat, baik segi dzahir maupun batin dengan titik tekan khusyuk, kondisi batin yang mantap. Secara lahir, shalat dilakukan dengan berdiri, membaca Al-Fatihah , sujud, duduk dsb. Kesemuanya melibatkan keseluruhan anggota badan. Inilah shalat jasmani dan fisikal. Karena semua gerakan badan berlaku dalam semua shalat, maka dalam ayat tersebut disebut shalawaati (segala shalat) yang berarti jamak. Dan ini menjadi bagian pertama, yakni bagian lahiriah. Bagian kedua adalah tentang shalat wustha, yaitu yang secara sufistik adalah shalat hati. Wustha dapat diartikan pertengahan atau tengah-tengah. Karena hati terletak di tengah, yakni di tengah diri, maka dikatakan shalat wustha sebagai shalat hati. Tujuan shalat ini adalah untuk mendapatkan kedamaian dan

Surat Penawaran Jasa Desain Grafis

SURAT PENAWARAN JASA Banyumas, 27 September 2013 Nomor             :    27/EM/offr/2013 Lampiran          :   1 CD contoh hasil kerja Perihal            :   Penawaran Jasa Desain Grafis Kepada, Yth. PT   Selaras Sentosa Jl S. Parman Purwokerto Selatan Dengan hormat, Kami, CV Elsa Advertising, adalah perusahaan multimedia yang bergerak di bidang desain grafis dan percetakan. Kami menerima desain grafis mulai dari desain logo, pamflet, flyer, poster, x banner dan lain-lain, juga menyediakan jasa printing untuk kebutuhan periklanan. Apabila perusahaan Bapak membutuhkan desain logo ataupun desain banner sekaligus cetak, kami siap membantu perusahaan anda. Kepuasan pelanggan merupakan tujuan kami bekerja dan kami akan buktikan semua itu jika Bapak berkenan mempercayakan desain dan printing melalui layanan kami. Garansi jika belum puas boleh direvisi tanpa batas selama hasil design belum dicetak. Demikian surat penawaran ini kami ajukan. Dan