Gencarnya sosialisasi yang dilakukan
telah dirasakan memberi dampak yang signifikan terhadap peningkatan kepedulian
Wajib Pajak untuk melaporkan SPT Tahunan seperti yang mungkin sebagian kita
mengalaminya.
Dari berbagai obrolan baik itu di
kedai kopi atau di berbagai kesempatan, banyak teman-teman atau tetangga kita
yang kebetulan sudah mempunyai NPWP menanyakan bagaimana tata cara dan hal
lainnya tentang penyampaian SPT Tahunan. Dengan pengetahuan yang ada, sebagai
orang yang bekerja di kantor pajak, kita pun berusaha menjawab semua pertanyaan
yang bahkan bukan hanya tentang SPT Tahunan, tetapi juga masalah-masalah
seputar pajak yang memang bagi kebanyakan orang masih sangat awam tentang hak
dan kewajibannya setelah memperoleh NPWP.
Seperti seorang teman sebut saja
namanya Edi Atan Landi, yang bekerja sebagai tenaga pemasaran alat-alat
olahraga yang selama ini belum pernah menyampaikan SPT Tahunan PPh-nya secara
mandiri karena merasa sudah diurusi semuanya oleh bendahara atau manajemen
tempat dia bekerja.
Dia menyatakan bahwa gajinya atau tunjangannya
atau komisi penjualan selalu sudah dipotong pajak. Setelah ditanyakan apakah
bukti pemotongan pajak tersebut diberikan kepadanya dan apakah duitnya sudah
disetorkan kepada kas negara sesuai dengan seharusnya, teman tersebut menjawab
tidak tahu dengan menjadi ragu dan penasaran atas hal tersebut.
Mungkin saja hal ini terjadi kepada
kita dan teman-teman kita, saudara-saudara kita, tetangga-tetangga, dan bahkan
banyak lagi Wajib Pajak terutama Orang Pribadi yang menurut data DJP telah
mencapai sekitar 22 juta lebih di negeri ini dan dapat dipastikan sebagian
besar komposisinya adalah pegawai, karyawan ataupun pekerja yang pajak
penghasilannya dibayar melalui skema pemotongan PPh.
Dari sinilah ide yang bernama
e-Checking ini berasal dengan penjelasan sebagaimana di bawah ini. Dalam
rangka peningkatan kualitas pelayanan dan lebih memudahkan Wajib Pajak dalam
menjalankan kewajiban perpajakannya, Direktorat Jenderal Pajak telah
meluncurkan sistem informasi berbasis internet bernama DJP-online.
Dalam DJP-online tersebut, terbuka
bagi masyarakat luas untuk mengaksesnya melalui jaringan internet dengan
menawarkan berbagai macam menu seperti pendaftaran bagi wajib pajak baru
(e-Regristration), membayar pajak (e-Billing), menyampaikan SPT (e-Filing),
maupun memantau proses permohonan terkait pelayanan pajak (e-Tracking).
Dengan era di mana masyarakat sudah
sedemikian luas dan mudah dalam menggunakan internet, aplikasi DJP-online
merupakan terobosan dan alat yang sangat memudahkan wajib pajak pada umumnya
dalam menjalankan kewajiban perpajakannya.
Ada satu lagi yang mungkin perlu
ditambahkan dalam aplikasi DJP-online yaitu menu konfirmasi atau pengecekan
apakah pajak penghasilan yang telah dipotong oleh pemotong pajak telah
disetorkan ke kas Negara dan dilaporkan dengan benar kepada Kantor Pelayanan
Pajak. Menu tersebut bolehlah diberi nama dengan nama e-Checking pada aplikasi
DJP-online.
Dengan menu e-checking ini, Wajib
Pajak dengan skema pemotongan pajak baik itu Orang Pribadi seperti karyawan,
pegawai dan sebagainya maupun Badan yang dipotong pajaknya oleh bendaharawan
atau pemotong pajak yang telah disahkan oleh Kantor Pelayanan Pajak dapat
mengetahui dan meyakini bahwa pajaknya tersebut telah dikelola dengan benar dan
masuk ke kas negara sebagai penerimaan pajak melalui akses secara online.
Jika hal ini bisa terlaksana, tentu
saja harapannya adalah tingkat kepercayaan masyarakat terutama yang telah
terdaftar sebagai wajib pajak menjadi meningkat. Hal ini juga diharapkan
menjadi sarana untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap pajak yang
pada akhirnya meningkatkan kepatuhannya.
Pertanyaan selanjutnya adalah
bagaimana sistem ini (e-checking) bisa berjalan? Sebagaimana diketahui bahwa
ada beberapa jenis pajak penghasilan dengan skema pemotongan pajak seperti PPh
Pasal 21, PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23 dengan
berbagai bentuk formulir baik SPT masa, daftar maupun bukti pemotongan pajak
sesuai dengan PER-32/PJ/2009, PER-53/PJ/2009 maupun PER-19/PJ/2014.
Satu hal yang penting adalah
bagaimana melinierkan atau me-link-kan data pada SPT masa dan daftar pemotongan
pajak oleh bendaharawan atau pemotong pajak, Surat Setoran Pajak dan bukti
penerimaan Negara (NTPN). Hal ini bisa dilakukan dengan modifikasi sistem
penomoran pada SPT masa dan lampirannya berupa daftar pemotongan pajak dan
SSP-nya.
Dengan sistem penomoran yang standar
antara SPT masa PPh, daftar bukti potong PPh dan SSP-nya, maka setiap wajib
pajak yang tercantum dalam daftar bukti potong PPh yang disampaikan oleh bendaharawan
(pemotong pajak) dapat melacak atau mengetahui besarnya penghasilan dan jumlah
potongan pajak atas dirinya di dalam sistem DJP-online.
Sistem penomoran ini mungkin bisa
mengacu kepada sistem e-faktur sebagaimana PER-16/PJ/2014. Tentu saja secara
teknis yang lebih detail berikut alternatif bagaimana sistem e-checking ini
bisa berjalan, Direktorat Jenderal Pajak dapat mengandalkan personel-personel
yang ahli dan handal dalam Information Technology (IT) yang dimilikinya.
Gambarannya adalah melalui
DJP-online, seorang wajib pajak dengan mudah dapat mengecek sendiri jumlah
rupiah pajak yang dipotong atas penghasilannya dalam suatu masa pajak tertentu
hanya dengan mengetikkan NPWP pemotong pajak atasnya, masa dan tahun pajak
tertentu sehingga muncul informasi berbagai macam PPh yang telah dipotong
atasnya baik itu PPh Psl 21, PPh Pasal 4 ayat (2),PPh Pasal 22, Pasal 23 maupun
Pasal 26 dan tanggal disetorkannya oleh pemotong pajak.
Dengan begitu, diharapkan nantinya
ada semacam keyakinan bagi seseorang Wajib Pajak bahwa telah membayar pajak dan
ikut serta berkontribusi dalam pembangunan. Pada akhirnya, dengan adanya
e-checking ini diharapkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap institusi
perpajakan akan meningkat karena masyarakat khususnya yang sudah terdaftar
sebagai wajib pajak dapat mengakses secara lebih mudah hal-hal yang berkaitan
dengan hak dan kewajibannya terkai pajak.
Manfaat lain yang diharapkan adalah
mendorong partisipasi publik untuk ikut serta dalam pengawasan terhadap wajib
pajak sebagai pemotong pajak (Bendahara) yang jumlahnya sekitar 500 ribuan
menurut data DJP. Hal ini juga diharapkan akan lebih meringankan tugas fiskus
dalam pengawasan kepatuhan wajib pajak pada umumnya sehingga lebih banyak
sumber daya yang dapat digunakan untuk tujuan penggalian potensi pajak demi
terjaminnya tercapainya target penerimaan pajak yang dibebankan oleh negara
kepada DJP saat ini.
Satu lagi manfaat yang bisa
ditambahkan dengan adanya e-checking adalah dapat menjawab beberapa keberatan
dari stakeholder terutama dari perbankan akan berlakunya PER-01/PJ/2015 tentang
pemotongan pajak deposito. Kenapa? karena jumlah pemotongan pajak juga menjadi
hak bagi para deposan untuk mengetahuinya secara transparan.
Bagaimanapun pajak yang dipotong
atas mereka dan masuk ke kas negara sebagai sumber dalam APBN, salah satunya
adalah dipergunakan untuk menjamin simpanan nasabah sebagaimana yang
diamanahkan oleh undang-undang dengan dibentuknya dan diselenggarakannya
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Semoga dengan terwujudnya e-Checking
ini merupakan perwujudan dari salah satu Nawa Cita pemerintahan saat ini yaitu
membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang
bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya.
Referensi :
Aidin Fathur Rahman,
Pegawai Direktorat Jenderal Pajak.
Komentar